Liputan6.com, Jakarta - Semua terasa salah hari itu. Pertanyaan polisi yang berulang menjadi pemantik emosi Buni Yani, dosen komunikasi di salah satu universitas swasta di Jakarta. Buni naik pitam.
Pengacara Buni Yani, Aldwin Rahardian, pun tidak tahu persis penyebab pria berambut putih tersebut marah. Terlebih, saat itu, Buni belum ditetapkan sebagai tersangka.
"Tadi ada pertanyaan berulang-ulang, kemudian dirasa hari itu enggak bener dinamika pemeriksaan begitu, kesal dia, mungkin karena capek," ujar Aldwin di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu malam, 23 November 2016.
Tak lama kemudian, penyidik menetapkan Buni Yani sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan selama delapan jam.
Dia menjadi tersangka setelah dilaporkan karena mengunggah penggalan video pidato Gubernur nonaktif DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Advertisement
Baca Juga
Aldwin mengungkapkan kliennya cukup kecewa dengan hasil penyelidikan polisi. Kendati begitu, Buni berharap mendapatkan keadilan pada perkara ini.
"Beliau barusan menitipkan pesan kepada masyarakat, mohon doanya. Dan beliau kaget tiba-tiba harus pada posisi keluar surat penangkapan yang otomatis tersangka," ucap Aldwin.
Buni Yani enggan menandatangani surat penangkapan dirinya.
Aldwin mengaku telah melihat gelagat aneh pada penyidik sebelum Buni Yani ditetapkan sebagai tersangka. Hal itu terlihat saat penyidik telah melakukan gelar perkara, padahal pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Buni Yani belum selesai.
"Ini di luar kebiasaan. BAP belum kelar sudah ada gelar (perkara). Kelihatannya ada perbedaan," dia memaparkan.
Buni kemudian menjalani pemeriksaan secara maraton, usai ditetapkan sebagai tersangka. Baru Kamis 24 November 2016 sore, pemeriksaannya sebagai tersangka selesai dan diizinkan meninggalkan Polda Metro Jaya.
Namun, Polda Metro Jaya memutuskan tidak menahan Buni Yani. Alasannya, dia dinilai kooperatif.
"Untuk proses selanjutnya yang bersangkutan tidak dilakukan penahanan. Alasan objektifnya yang bersangkutan kooperatif, menjawab semua pertanyaan penyidik. Subjektifnya yang bersangkutan tidak melarikan diri," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Awi Setiyono, di Polda Metro Jaya, Kamis, 24 November 2016.
Namun, polisi tetap melakukan pencekalan tersangka ke pihak Imigrasi. "Segera kita kirim permohonan ke Kejagung 60 hari ke depan," ujar Awi.
Alasan lain penyidik tidak menahan Buni Yani adalah penyidik meyakini Buni Yani tidak akan menghilangkan barang bukti.
"Barang bukti sudah kita sita semua. Tidak diulangi oleh yang bersangkutan. Kita beri kepercayaan tidak terulang di kemudian hari," Awi menjelaskan.
Gara-Gara Untaian Kalimat
Buni Yani, pengunggah video penggalan pidato Gubernur nonaktif DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok diperiksa selama sekitar delapan jam lebih oleh penyidik Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Dari hasil pemeriksaan itu, penyidik meningkatkan statusnya sebagai tersangka.
Polisi mengatakan, video asli rekaman saat Ahok berpidato di hadapan sejumlah masyarakat di Kepulauan Seribu sudah dilakukan pemeriksaan secara forensik dan tidak ada masalah.
"Yang asli satu jam 40 menit. Hasil yang di-publish Buni Yani selama durasi 30 detik diambil dari menit 00.24.16 sampai menit 00.24.45," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono di Mapolda Metro Jaya, Rabu malam, 23 November 2016.
Jadi, lanjut dia, berdasarkan analisa tidak ada penambahan dan perubahan suara dari Ahok dalam video tersebut. "Jadi video itu utuh, tapi dipotong jadi berdurasi 30 detik. Videonya asli," Awi menegaskan.
Karena itu, dalam video yang diunggah Buni Yani, sebenarnya tak ada masalah dan bukan hal itu yang membuat dirinya menjadi tersangka.
"Yang jadi masalah adalah, perbuatan pidana itu bukan mem-posting video, tapi perbuatan menuliskan tiga paragraf kalimat di akun FB-nya itu," Awi menjelaskan.
Berikut kalimat dalam akun FB Buni Yani, di mana kata dalam kurung tak ada dalam video asli:
"Bapak ibu (pemilih muslim) dibohongi Surat Al Madinah (dan) masuk neraka (juga bapak ibu) dibodohi".
"Kelihatannya akan terjadi sesuatu yang kurang baik dengan video ini."
"Jadi, tiga kalimat itulah berdasarkan keterangan ahli meyakinkan penyidik, di sanalah kita sangkakan BY langgar Pasal 28 ayat 2 UU ITE," Awi memaparkan.
Motif Buni Yani
Kasus Buni Yani menjadi pelajaran berharga untuk netizen agar lebih berhati-hati dalam mengunggah sebuah video dan komentar.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono mengungkapkan motif Buni Yani mengunggah penggalan video pidato Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Berdasarkan pengakuannya ke penyidik, posting-an itu bertujuan untuk diskusi di antara netizen atau pengguna internet.
"Yang bersangkutan ingin mengajak diskusi ke netizen dan sengaja mem-posting itu. Kalimat memang diambil dari video, namun ditambahkan sendiri yang di dalam kurung," ujar Awi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis, 24 November 2016.
Buni Yani telah ditetapkan sebagai tersangka akibat posting-an tersebut. Namun, polisi tak mempermasalahkan video yang diunggah Buni Yani, melainkan caption atau keterangan pada posting-an tersebut.
"Kata-kata ini mengajak kepada siapa dalam kurung pemilih Muslim. Kalimat ini tidak ada di video, dan ditambah, dan menyebarkan informasi, terkait rasa permusuhan dan kebencian berdasarkan SARA, dan ini kita ulas apa yang dibahas dan sampaikan saksi ahli," Awi membeberkan.
Pengacara Buni Yani, Aldwin bersikukuh kliennya tidak melakukan provokasi atau menebarkan kebencian berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebab Buni Yani tak mentranskrip atau mengedit video. Dia hanya menyertakan pendapatnya pada status Facebook.
"Di situ kan tanda tanya. Itu kan bukan transkrip. Tapi susahlah kalau kita debat kusir," ujar Aldwin.
Reaksi Ahok
Buni Yani, penyebar potongan video pidato Ahok yang berujung pada kasus penistaan agama, ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Buni dianggap telah melakukan tindak pidana berupa pencemaran nama baik dan penghasutan SARA.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok enggan berkomentar banyak mengenai penetapan tersangka Buni Yani.
"Saya tidak tahu," ujar Ahok di Rumah Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 24 November 2016.
Menurut dia, penetapan tersangka merupakan kewenangan kepolisian, sehingga dia tidak berhak berkomentar banyak.
"Itu kewenangan polisi, tanya polisi," ujar Ahok.
Sebelumnya, sejumlah relawan yang tergabung dalam Komunitas Advokat Muda Ahok-Djarot (Kotak Adja) melaporkan Buni Yani ke Polda Metro Jaya. Buni dilaporkan terkait pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Buni merupakan pengunggah penggalan video Ahok saat berpidato di hadapan sejumlah masyarakat di Kepulauan Seribu. Penggalan video yang diunggah di akun Facebook itu terkait ucapan Ahok soal Surat Al Maidah ayat 51.
Laporan Kotak Adja diterima polisi dengan nomor LP/4873/X/PMJ/Dit Reskrimsus. Pada laporan itu, perbuatan Buni Yani dianggap melanggar Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 ayat (2) UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman pidana enam tahun masa kurungan.