Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendi akan menghapus Ujian Nasional. Alasannya, UN tidak menentukan kelulusan peserta didik.
Lalu, bagaimana seleksi di Perguruan Tinggi dilakukan? Perguruan tinggi negeri bakal mengubah komponen penilaian dalam penerimaan mahasiswa baru terkait rencana penghapusan UN.
Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Warsono mengatakan, bila pemerintah meniadakan UN pada tahun depan, penerimaan mahasiswa baru jalur SNMPTN otomatis ikut berubah.
Advertisement
"Kalau rencana itu terwujud, tinggal kita hapus penilaian tentang nilai UN. Penghapusan bisa dilakukan secara sistemik," kata Warsono seperti dikutip dari Antara, Selasa (29/11/2016).
Warsono mengatakan, UN SMA/SMK tidak mungkin didesentralisasi ke provinsi karena ukuran standarnya bakal berbeda. "Nanti pasti tetap ada ukuran nasional. Standarnya itu ada," ujar dia.
Dia melanjutkan, saat ini pihaknya bakal menunggu petunjuk dari pemerintah pusat untuk detail implementasinya.
"Tidak lama lagi soal UN ini dibahas di rapat terbatas oleh Presiden. Kita menunggu saja," ujar Warsono.
Sementara Rektor Universitas Airlangga (Unair) Moh Nasih menyatakan, rencana penghapusan UN tidak akan berdampak besar terhadap SNMPTN karena ketika SNMPTN berlangsung tidak banyak data UN yang masuk.
"Terbitnya nilai UN biasanya terlambat satu hari dengan pengumuman SNMPTN. Bagaimana pakainya?" ujar Nasih.
Terkait komponen penilaian SNMPTN yang merangking mata pelajaran yang di-UN-kan, kata dia, pihaknya akan mempertimbangkan akreditasi sekolah.
"Tahun lalu kita menilai setiap SMA/SMK. Kita nilai dengan akreditasi sekolah itu. Akreditasi kita pertimbangkan. Termasuk kuota untuk masing-masing akreditasi ketika di SNMPTN," tutur Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unair ini.
Penilaian menggunakan akreditasi sekolah, kata dia, mencakup delapan standar pendidikan nasional. Di dalamnya terdapat standar kurikulum, sarana dan prasarana sekolah, standar penilaian pendidikan, standar proses pendidikan dan lain-lain.
"Akreditasi menjadi penting, jadi tetap saja kriteria itu masuk akreditasi," kata Nasih.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Saiful Rachman menuturkan, siap atau tidak semua daerah harus siap menerima kebijakan pemerintah yang baru. Tak terkecuali pihaknya yang mulai 1 Januari mendatang akan mengelola SMA/SMK.
"Kita akan prioritaskan dulu ujian SMA/SMK dan PKLK sesuai kewenangan kita. Sementara jenjang SD, SMP dan kejar paket A, B dan C akan diselenggarakan daerah masing-masing," kata Saiful.
Saiful mengaku pihaknya sudah mengalokasikan dana untuk UN SD/MI se-Jatim. Namun dengan adanya desentralisasi UN, maka pihaknya berencana mengalihkan anggaran tersebut untuk pelaksanaan ujian SMA/SMK.
"Untuk UN SD sekitar Rp 9 miliar. Tapi kita butuh anggaran untuk UN SMA/SMK sekitar Rp 20 miliar-Rp 25 miliar," kata dia.
Untuk melaksanakan ujian ini, kata Saiful, baik provinsi maupun daerah tetap harus mengacu pada standar nasional yang akan dirumuskan Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Sedangkan untuk pembuatan butir-butir soal dapat dilakukan oleh masing-masing daerah.
"Jadi kalau bobot soal akan tetap sama antar satu daerah dengan daerah lain, tapi butir soalnya yang mungkin beragam," kata dia.
Untuk seleksi masuk ke jenjang SMA/SMK, Saiful belum yakin apakah akan menggunakan nilai dari ujian SMP/MTs yang diselenggarakan kabupaten/kota.
"Tapi kembali lagi ini soal kesiapan anggaran. Nanti kita akan bicarakan dengan berbagai pihak agar pelaksanaannya tetap baik," kata Saiful.