Sukses

Polisi Tak Permasalahkan Ahmad Dhani Mangkir Diperiksa, tapi...

Polda Metro Jaya telah memanggil delapan saksi terkait kasus dugaan penghinaan Presiden oleh Ahmad Dhani.

Liputan6.com, Jakarta - Polda Metro Jaya tak mempermasalahkan ketidakhadiran musikus Ahmad Dhani saat dipanggil pertama kali terkait kasus penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Wakapolda Metro Jaya Brigjen Pol Suntana menyebut Ahmad Dhani berhak tidak memenuhi penggilan itu.

"Saya tidak mengatakan mangkir atau tidak. Itu haknya orang dipanggil, mau datang atau tidak," ucap Suntana di kantornya, Jakarta, Selasa (29/11/2016).

Meski tidak hadir, Sunanta mengatakan proses hukum kasus Dhani tetap berlanjut.

"Orang boleh mengatakan dia mangkir, ada kesibukan yang lain, tetapi ada proses penyelidikan lagi. Pemanggilan kedua. Seperti biasa," tutur Suntana.

Suntana mengatakan pihaknya kini tengah memeriksa saksi-saksi terkait kasus tersebut.

"Apabila unsur pidananya terpenuhi nanti akan kami tingkatkan proses penyidikan. Setiap orang yang melaporkan pidana, wajib kami tindak lanjuti. Maka kami awali dengan proses pemeriksaan saksi-saksi, baru kami panggil Ahmad Dhani," ujar Suntana.

Terkait kasus dugaan penghinaan Presiden Jokowi oleh Ahmad Dhani, penyelidik Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah memanggil delapan saksi. Namun, hanya satu saksi yang memenuhi panggilan penyelidik, yakni Eggi Sudjana.

Sementara tujuh saksi lain, yakni Rizieq Shihab, Amien Rais, Munarman, Bachtiar Nasir, Ratna Sarumpaet, R Wulandari atau Mulan Jameela, dan Ahmad Dhani tak datang.

Ahmad Dhani dilaporkan Laskar Rakyat Jokowi (LRJ) dan Pro Jokowi (Projo) ke Polda Metro Jaya terkait orasinya pada demo 4 November 2016.

Dalam Laporan Polisi Nomor: LP /5423/XI/2016/PMJ/Dit Reskrimum 7 November 2016, relawan Jokowi melaporkan Ahmad Dhani ke polisi dengan tuduhan melanggar Pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penghinaan terhadap penguasa.

Menurut ketentuan itu, barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau denda.