Liputan6.com, Jakarta Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang tentang Penyelenggara Pemilu Hetifah Sjaifudian berharap penguatan keterwakilan perempuan dalam Parlemen hingga 30 persen bisa terakomodir dalam RUU Penyelenggara Pemilu.
Hal tersebut diungkapkannya
Menurut politisi dari F-Golkar itu, belum ada perubahan yang signifikan terkait keterwakilan perempuan di Parlemen, baik di tingkat di pusat, provinsi maupun kabupaten. Meskipun, UU Paket Politik sebelumnya telah mengatur keterlibatan perempuan dalam kepengurusan partai politik dan kuota pencalonan legislative perempuan sebanyak 30 persen.
Disebutkannya, penerapan zipper system yang mengatur setiap 3 (tiga) bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) orang perempuan hanya menghasilkan setidaknya 18% anggota parlemen perempuan di tingkat pusat, 16% di provinsi dan 12% dikabupaten kota.
“Nah, kalau kita ingin 30% parlemen diisi oleh perempuan, maka harus ada terobosan baru. Kalau tetap seperti sekarang, pasti stagnan,” tandas Hetifah usai Rapat Kerja Pansus RUU tentang Penyelenggara Pemilu bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Komisi I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (30/11).
Lebih lanjut, Hetifah menjelaskan diperlukan komitmen bersama untuk menambah representasi perempuan dalam Parlemen. Diantaranya, memberikan kesempatan lebih banyak terhadap pencalonan legislative dengan menggunakan zipper system 1 banding 1, yakni 1 perempuan berbanding 1 laki-laki.
“Memang ini belum dibahas secara formal di dalam Pansus, tetapi kalau kita berkomitmen ingin menambah keterwakilan perempuan, yah partai politik juga harus memberikan kesempatan, bukan hanya untuk menjadi caleg tetapi untuk memenangkan pertarungan. Oleh sebab itu, sistem pemilu juga harus lebih ramah pada perempuan,” imbuh politisi dari dapil Kalimantan Timur itu.
(*)
Advertisement