Liputan6.com, Jakarta Ramiati (26) tak kuasa menahan tangis saat mengadukan kejadian yang dialami anaknya, B (4) ke Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Buah hatinya jadi korban kejahatan seksual dari tetangga tempat tinggalnya sendiri di Kapuas, Kalimantan Tengah.
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan, kejadian itu semakin miris mengingat sudah satu tahun proses hukum dari pelaku mandek di Polres Kapuas. Terlebih, pelakunya merupakan orangtua dan anak berinisal A yang baru berusia 11 tahun dan E (31).
"Ini macet di Polres Kapuas Kalimantan Tengah sudah satu tahun. Anak ini ada dua korban kejahatan seksualnya," kata Arist di Kantor Komnas PA, Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Kamis (1/12/2016).
Advertisement
Arist menyebut, kedua korban itu satu berinisal B dan satunya lagi merupakan teman bermainnya yakni F (5).
"Sampai sekarang polisi belum melakukan apa-apa," jelas dia.
Untuk itu, dia menilai kinerja polisi sangat lamban dalam menyatakan status hukum keduanya sebagai tersangka dan menjeratnya sesuai aturan hukum. Padahal, seyogyanya usai laporan dibuat, kurun waktu pengungkapan dan jerat hukum untuk kejahatan yang menyangkut anak-anak adalah 14 hari.
"Ibu ini sudah visum ke dokter sebelum lapor ke polisi karena keluhan si anak saat kencing sakit. Kemudian ada saksi dari anak si pelaku yang merupakan kakak si A, mengakui bahwa ayahnya melakukan tindakan itu. Lalu apa lagi?" ujar Arist.
Ibu korban yakni Ramiati menyebut, peristiwa itu terjadi pada Agustus 2015 lalu. Saat itu anaknya masih berstatus sebagai pelajar Taman Kanak-kanak (TK).
Mengetahui anaknya menjadi korban kejahatan seksual, dia pun langsung melapor ke kepolisian. Hanya saja petugas meminta kembali visum si anak dilakukan oleh pihak berbadan hukum untuk proses lanjutan laporan tersebut.
Dia pun berharap kepada Komnas PA dapat menjebatani kasus tersebut sehingga aparat kepolisian dapat segera memproses hukum kedua pelaku.
"Saya berharap Kapolres Kapuas memberi keadilan," ujar Ramiati.