Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok siap disidangkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Rencananya, sidang digelar Selasa 13 Desember 2016.
Sidang Ahok akan dipimpin oleh Hakim Dwiarso Budi Santiarto. Selain menjabat sebagai Kepala PN Jakut, dia mempunyai sejumlah rekam jejak.
Baca Juga
Salah satu yang menjadi sorotan, saat Dwiarso masih menjadi hakim PN Tipikor Semarang. Pada 2014, dia menyidangkan perkara kasus penyimpangan subsidi proyek Perumahan Griya Lawu Asri Kabupaten Karanganyar senilai Rp 18,4 miliar, dengan terdakwa Mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani Sri Ratnaningsih.
Advertisement
Awal mula, pada Desember 2013, Rina Iriani diperiksa 7 jam oleh Kejati Jateng. Meski sudah menyandang status tersangka, dia tidak ditahan. Saat memasuki masa sidang pada 2014, dia pun menjalani persidangan tanpa ditahan.
Namun, pada Selasa 11 November 2014, majelis hakim yang diketuai Dwiarso membacakan putusan penahanan Rina, sebelum menutup persidangan. Penahanan itu dilakukan, karena Rina dianggap mempengaruhi saksi-saksi dalam persidangan.
Mendengar hal itu, Rina langsung jatuh pingsan. Kuasa hukum langsung melaporkan Dwiarso ke Komisi Yudisial (KY).
Lalu, bagaimana dengan jalannya sidang Ahok di tangan Dwiarso? Mengingat, Gubernur nonaktif DKI Jakarta itu belum ditahan.
"Mekanisme pemanggilan sidang, setelah nanti keluar penetapan sidang, pengadilan mengirimkan ke kejaksaan. Nanti kejaksaan yang akan menghadirkan ke persidangan," jawab Juru Bicara PN Jakut, Hasoloan Sianturi secara diplomatis, saat dikonfirmasi, Jakarta, Senin 5 Desember 2016.
Pada sisi lain, kepada Liputan6.com, Ketua Setara Institute Hendardi berpandangan kasus Ahok ini menjadi preseden buruk bagi hukum. Dia menilai proses hukum yang berjalan tidak adil atau disebut unfair trial.
"Kecepatan proses hukum atas Basuki Tjahaja Purnama di tingkat Kejaksaan menunjukkan adanya proses hukum yang tidak fair," kata Hendardi.
Bukan hanya itu. Dia menduga, apa yang dilakukan Kejaksaan Agung, justru melemparkan bola panas ke pengadilan. Terlebih, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengisyaratkan sidang Ahok akan menjadi magnet kerawanan.
"Kecepatan waktu itu menunjukkan bahwa Kejaksaan Agung tidak mengkaji secara cermat konstruksi peristiwa yang menimpa Ahok dan cenderung melempar bola panas itu secara cepat ke pengadilan," tandas Hendardi.