Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius menyatakan, Jamaah Anshar Daulah (JAD) merupakan kelompok yang paling diwaspadai pergerakannya di Indonesia saat ini. Kelompok ini memiliki hubungan dengan jaringan terorisme global.
"Yang paling diwaspadai JAD tetapi jaringan yang lain juga masih ada. Tetapi yang sekarang punya afiliasi langsung dengan jaringan global, yaitu JAD," kata Suhardi di Jakarta, Selasa (6/12/2016).
Ia juga menyatakan, fenonema yang terjadi saat ini adalah bagaimana JAD maupun kelompok teroris lainnya dapat bergerak sendiri-sendiri maupun berkelompok dengan perintah-perintah melalui media sosial.
Advertisement
"Misalnya ISIS, mereka lihai dalam menggunakan ruang maya untuk menyebarkan aksi teror mereka, rekrutmen anggota maupun menghasut ribuan orang," kata dia.
Selain itu, sambung dia, media sosial juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan koordinasi antara satu jaringan dengan jaringan lainnya di seluruh dunia. "Misalnya menentukan lokasi serangan dan sebagai wadah untuk menghimpun dana operasianal untuk melancarkan serangan," tutur Suhardi.
Senada dengan Suhardi, Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga menyatakan sel-sel dari JAD memang masih ada tetapi mereka berhubungan dengan jaringan-jaringan yang berada di Suriah dan Irak.
"Jadi, yang bisa kami lakukan di sini adalah berusaha meminimalisir gerakan mereka dan rekrutmen mereka. Tetapi akar masalahnya sendiri yang di Suriah kami harap juga bisa diselesaikan dengan kerja sama internasional," ucap Tito seperti dilansir Antara.
Sebelumnya, Juhanda salah satu pelaku dalam peledakan bom di halaman Gereja Oikumene, Samarinda pada Minggu 13 November adalah anggota JAD Kalimantan Timur.
Pelaku pernah menjalani hukuman penjara selama tiga tahun enam bulan sejak Mei 2011 atas kasus teror bom Puspitek, Serpong, Tangsel, Banten. Kemudian Juhanda dinyatakan bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi Idul Fitri pada 28 juli 2014.
Tak hanya terlibat kasus teror bom di Serpong, Juhanda alias Joh juga diduga terkait dengan kasus bom buku di Jakarta pada 2011 yang tergabung dalam kelompok Pepy Fernando.