Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Julius Ibrani, melihat banyak kejanggalan dalam pengusutan kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Bahkan jaksa diyakini akan sulit membuktikan kesalahan Ahok di pengadilan nanti dengan merujuk pasal yang disangkakan kepada Ahok.
Julius menjelaskan, Pasal 156a yang disangkakan kepada Ahok tidak tepat karena hal itu bisa melanggar hak asasi manusia.
Baca Juga
Ahok dijerat menggunakan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
Advertisement
Menurut dia, dalam konteks hak asasi manusia, Pasal 18 Kovenan Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi Indonesia lewat UU No 12 Tahun 2005, telah menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Kebebasan ini dengan batasan tidak boleh mengganggu hak orang lain untuk berpikir, berkeyakinan dan beragama.
Menurut Julius, perlindungan diberikan kepada orang sebagai subjek, bukan kepada pikiran, keyakinan, atau agama sebagai objek. Sementara yang diatur oleh Pasal 156a KUHP ini adalah perlindungan terhadap objek.
"Tidak heran, karena historis pasal ini adalah pasal teror dari pemerintah kolonial Belanda terhadap kelompok agama yang dibangun oleh pribumi di masa itu," kata Julius.
Ia menambahkan, secara doktrin hukum pidana, haruslah dibuktikan dua hal, yakni mens rea atau niat, dan actus reus atau perbuatan. Terkait mens rea, mengunggah video tentang kegiatan gubernur ke media sosial tidak ditemukan niat jahat.
"Karena akun resmi gubernur tersebut dinyatakan sebagai bagian dari transparansi kerja pejabat publik supaya bisa ditonton publik," tegas dia.
Julius memprediksi, sulit untuk menjerat Ahok jika Jaksa menggunakan pasal ini. Di sisi lain, Julius melihat proses penyidikan hingga P21 yang dilakukan polisi dan jaksa luar biasa cepat.
"Kejanggalan belum bisa saya lihat dengan jelas. Namun, percepatan proses pemeriksaan dan penetapan tersangka di mana ada sekitar ribuan laporan di kepolisian yang mangkrak (berdasarkan penelitian LBH dan MaPPI), tentu ini menjadi pertanyaan, bahwa apakah ada perlakuan khusus terhadap kasus ini? Apakah karena tekanan massa lewat demonstrasi?" kata Julius seperti dikutip dari Antara, Rabu (7/12/2016).
PN Jakarta Utara menjadwalkan sidang perkara Ahok mulai Selasa 13 Desember pukul 09.00 WIB. Majelis hakim yang menyidangkan perkara itu meliputi lima hakim yang dipimpin Kepala PN Jakarta Utara Dwiarso Budi Santiarto.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M Rum mengatakan polisi sudah melimpahkan berkas perkara tahap kedua dalam kasus penistaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama. Berkas perkara itu terdiri atas 826 halaman yang berisi keterangan dari 30 saksi, 11 ahli dan satu tersangka.
Kejaksaan kemudian mengirimkan berkas perkara itu ke Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, yang akan membuat dakwaan untuk persidangan perkara itu di PN Jakarta Utara.