Liputan6.com, Jakarta Setelah tujuh tahun tinggal di Australia, Jessica Kumala Wongso kembali ke Tanah Air pada 5 Desember 2015. Di Indonesia, ia tinggal di rumah orangtuanya di Jalan Selat Bangka, Kompleks Graha Sunter Pratama, Jakarta Utara.
Kepulangannya ke Jakarta itu untuk mencari peruntungan. Sebab Ibu Kota dianggapnya lebih dapat menjanjikan bagi wanita jebolan kampus Billy Blue College of Design, Sydney, Australia tersebut.
"Dia ke Indonesia buat mencari pekerjaan di sini. Mungkin karena di Indonesia desainer grafis itu lebih banyak dibutuhkan ketimbang di Australia," terang Yudi Wibowo Sukinto, yang juga masih memiliki hubungan keluarga dengan Jessica, Jakarta, Selasa 19 November 2016 malam.
Advertisement
Rasa kangen Jessica kepada I Wayan Mirna Salihin juga membuncah. Mirna merupakan teman kampus Jessica di Negeri Kanguru tersebut. Keduanya akrab lantaran sama-sama dari Indonesia.
Untuk mengobati rasa itu, keduanya pun berencana bertemu. Jessica dan Mirna saling kontak sekitar tanggal 5 Desember 2015. Keduanya berkomunikasi untuk membuat janji menggelar reuni. Mereka bahkan berbaur dalam sebuah grup Whatsapp teman-teman alumni di Indonesia.
Namun begitu, meski sudah disepakati pertemuan itu selalu gagal digelar. Keduanya terbentur oleh waktu dan kesibukan masing-masing. Akhirnya pada 12 Desember 2015, Jessica dan Mirna bertemu. Saat itu Mirna tidak sendiri. Ia ditemani suaminya Arief Sumarko. Mereka berjumpa di sebuah restoran.
"Di situ dikenalkan sama suaminya. Baru saat itu Jessica tahu bahwa Mirna sudah menikah," ungkap Yudi.
Detik-Detik Reuni Maut
Setelah pertemuan berlangsung, perjumpaan berikutnya berlanjut. Mereka mengadakan 'reuni' kecil yang hanya dihadiri Jessica, Mirna, dan Hani di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu 6 Januari 2016 lalu. Pertemuan disepakati berlangsung pukul 18.30 WIB.
Namun sebelum jarum jam berada di titik itu, Jessica telah tiba. Dari rekaman CCTV, dia pertama kali hadir pukul 15.30 WIB untuk memesan meja di ruangan tanpa asap rokok. Ia dilayani seorang resepsionis bersama Aprilia Cindy Cornelia ketika masuk dalam lorong untuk melihat ruangan. Setelah itu, Jessica meninggalkan kafe.
Kemudian, Jessica datang kedua kalinya ke kafe pukul 16.14 WIB dengan menjinjing tiga tas kertas, yang dibawa di tangan kanan dan satu tas di tangan kiri. Ia diantar resepsionis ke meja 54Â yang selanjutnya diberikan menu. Resepsionis mundur dan pesanan Jessica ditangani pelayan.
Delapan menit berikutnya, Jessica menutup pemesanan (close bill) dan melakukan pembayaran di kasir dengan diantar pelayan bernama Marlon Napitupulu. Tak lama menunggu, pesanan itu datang berupa es kopi Vietnam dan dua koktail.
Pukul 17.17 WIB, Hani dan Mirna datang. Mereka saling berpelukan sejenak bersama Jessica di depan meja 54. Mirna pun duduk di tengah dengan diapit Jessica di sisi kiri dan Hani di sisi kanan. Saat itu, Mirna terlihat mengaduk kopi yang sudah tersedia di meja setelah bertanya kepada Jessica siapa pemilik minuman itu.
Sesaat kemudian, Mirna meminum es kopi Vietnam. Dia sempat mengatakan bahwa rasa es kopi Vietnam itu begitu tidak enak sambil mengibaskan tangan di depan mulutnya. Beberapa saat kemudian tubuh Mirna kejang, tidak sadarkan diri, kemudian mengeluarkan buih dari mulutnya.
Mirna pun langsung dibawa ke sebuah klinik di Grand Indonesia menggunakan kursi roda. Kemudian, suami Mirna, Arief Soemarko, datang untuk membawanya ke Rumah Sakit Abdi Waluyo menggunakan mobil pribadi. Jessica dan Hanie menemani Arief memboyong Mirna ke rumah sakit itu.
Namun nyawa Mirna tak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit Abdi Waluyo. Setelah keluarga datang, ayah Mirna Edi Dharmawan Salihin melihat ada yang tak wajar dalam kematian putrinya itu. Dia pun langsung bergegas melaporkan kejadian ini ke Polsek Metro Tanah Abang.
Setelah melapor, Dharmawan Salihin tidak langsung mengizinkan polisi mengautopsi jenazah Mirna. Tiga hari setelah kematian, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Krishna Murti berbicara dengan Dharmawan Salihin agar mengizinkan anaknya diautopsi. Namun ternyata Mirna tidak diautopsi, melainkan hanya diambil sampel dari bagian tubuhnya saja untuk diteliti.
Pada 10 Januari 2016, jenazah Mirna dikebumikan di Gunung Gadung, Bogor, kemudian hasil pemeriksaan sampel menemukan zat racun di dalam tubuh Mirna yang membuat lambungnya korosif sehingga tewas dalam hitungan menit setelah menelan es kopi itu.
Advertisement
Penetapan Tersangka
Satu hari setelah pemakaman Mirna, polisi menggelar pra-rekostruksi di Kafe Olivier. Jessica, Hanie, dan pegawai Olivier dihadirkan untuk memperagakan kembali hal-hal yang terjadi pada 6 Januari 2016, mulai dari kedatangan Jessica hingga Mirna kejang.
Puslabfor Polri mengumumkan bahwa terdapat racun diduga sianida di dalam kopi Mirna dan ditemukan juga di lambung Mirna. Penyidik kepolisian lantas memanggil Jessica untuk diperiksa karena telah memesan minuman untuk Mirna.
Jessica kembali dipanggil penyidik untuk diperiksa psikiater pada 20 Januari 2016. Saat itu Jessica terlihat sangat tenang kala menghadapi wartawan yang menunggunya seharian penuh hingga selesai pemeriksaan. Tak luput, untuk melengkapi penyelidikan kepolisian, keluarga Mirna antara lain Dharmawan Salihin, Sendy Salihin (saudari kembar) dan Arief Sumarko juga ikut diperiksa satu hari setelah Jessica.
Setelah gelar perkara dilakukan pada 29 Januari 2016, polisi kemudian menetapkan Jessica sebagai tersangka pembunuhan Mirna. Dia ditangkap di sebuah hotel di Jakarta Utara pada pada 30 Januari 2016. Wanita kelahiran 28 tahun lalu itu kemudian digelandang dan ditahan di Mapolda Metro Jaya hampir selama 120 hari. Dia dijerat dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Dalam masa itu, berkas Jessica yang diserahkan penyidik ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI mengalami bolak-balik selama empat kali untuk disempurnakan. Penyidik akhirnya melengkapi dalam penyerahan kelima kalinya pada 28 Mei 2016, dua hari sebelum masa penahanan Jessica habis.
"Berkas sudah kami terima kembali. Setelah diteliti dinyatakan berkas tersebut dinyatakan lengkap," kata Asisten Pidana Umum Kejati DKI M Nasrun, di Kantor Kejati DKI, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 26 Mei 2016.
Dengan demikian, kata Nasrun, berdasarkan Pasal 139 KUHAP, berkas Jessica secara formil dan materil dapat dilimpahkan ke pengadilan.
4 Bulan Persidangan
Sidang pembunuhan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Wongso telah menyita perhatian jagad Tanah Air. Masing-masing pihak, baik jaksa maupun pengacara Jessica menghadirkan banyak saksi ahli dalam persidangan tersebut.
Sidang perdana Jessica digelar 15 Juni 2016 dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan oleh pengacara Jessica Kumala Wongso. Dalam nota keberatan yang dibacakan Sordame Purba, disampaikan beberapa kejanggalan yang dirasakan terdakwa dan kuasa hukum. Jaksa menyebut dakwaan jaksa terhadap kliennya terlalu dangkal untuk tuduhan pembunuhan berencana.
Eksepsi itu ditolak Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena menurut hakim, dakwaan yang disusun jaksa telah lengkap dan jelas. Persidangan pun dilanjutkan pada 12 Juli 2016. Saat itu, para keluarga Mirna memberikan keterangan antara lain Edi Dharmawan Salihin, Arief Soemarko dan Sendy Salihin. Keterangan yang diberikan ketiga saksi itu mengarahkan kecurigaan kepada Jessica yang bertindak aneh setelah Mirna meninggal dunia.
Saksi kunci, Hanie Juwita Boon, juga dihadirkan pada persidangan 13 Juli 2016. Hanie yang sempat mencicipi es kopi Vietnam merasakan rasa panas di lidah. Ia juga menceritakan situasi saat datang bersama Mirna, bertemu Jessica, Mirna kejang hingga dibawa ke RS Abdi Waluyo.
Sedangkan persidangan dengan menghadirkan pegawai Kafe Olivier digelar empat kali. Saksi-saksi yang dihadirkan antara lain Aprilia Cindy Cornelia (resepsionis), Marlon Alex, Agus Triyono (pelayan), Rangga Dwi (barista), Yohanis (bartender), Devi (manajer kafe) dan pegawai Olivier lainnya.
Dari seluruh keterangan yang diberikan, tidak satu pun pegawai Olivier yang melihat Jessica memasukkan sesuatu ke dalam gelas kopi es Vietnam yang diminum Mirna. Sejumlah pegawai Olivier hanya melihat warna es kopi yang semestinya cokelat berubah menjadi kuning.
Setelah menghadirkan saksi pegawai Kafe Olivier, jaksa penuntut umum menghadirkan sejumlah ahli di antaranya dokter forensik Slamet Purnomo. Sang dokter menegaskan Mirna meninggal keracunan sianida karena ada 0,2 miligram per liter sianida di lambung Mirna.
"Yang menyebabkan kematian adalah sianida apalagi dalam lambung (Mirna) ditemukan zat itu," kata Slamet Purnomo di PN Jakarta Pusat kemudian menambahkan terdapat korosif di lambung Mirna hingga muncul bercak-bercak hitam bekas pendarahan.
Sementara penasihat hukum Jessica menghadirkan beberapa ahli guna memberikan penjelasan kepada majelis hakim bahwa kliennya tidak bersalah dalam tewasnya Mirna. Ahli psikologi Universitas Indonesia, Dewi Taviana Walida Haroen, mengutarakan bahwa sifat amorous narcissist yang dimiliki Jessica bukanlah faktor atau kecenderungan yang mendorong aksi pembunuhan.
Kemudian dalam keterangannya di persidangan, Jessica mengaku tidak pernah menuangkan apa pun ke dalam es kopi vietnam yang diminum Mirna. Dia juga menjelaskan alasan enggan mencicipi minuman yang diminum Mirna, yakni lantaran sebelumnya korban telah mengatakan bahwa rasa kopi itu tidak enak. Jessica juga mengaku tidak pernah menyentuh es kopi vietnam tersebut.
Advertisement
Vonis Jessica
Selama lebih empat bulan sidang berjalan, jaksa telah mendatangkan 50 saksi, yang terdiri atas saksi fakta dan saksi ahli. Saksi yang didatangkan dari keluarga Jessica hingga polisi asal Australia. Hingga akhirnya JPU menuntut pemberian hukuman selama 20 tahun penjara kepada Jessica.
"Menjatuhkan pidana kepada Jessica Kumala alias Jessica Kumala Wongso alias Jess dengan pidana penjara selama 20 tahun dikurangi masa tahanan terdakwa," ujar Jaksa Meylany Wuwung, membacakan surat tuntutan," ujar Jaksa Meylany Wuwung, membacakan surat tuntutan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 5 Oktober 2016.
Jaksa menyebut, dari alat bukti berupa keterangan saksi, ahli, surat, dan terdakwa yang saling berkesesuaian, jaksa memperoleh fakta-fakta hukum yang tidak bisa disangkal kebenarannya. Fakta-fakta itu memenuhi tiga unsur dalam pembunuhan berencana, yakni disengaja, direncanakan, dan merampas nyawa orang lain.
Hal-hal yang memberatkan dari kematian Mirna, perencanaan terdakwa dilakukan secara matang sehingga terlihat keteguhan, perbuatan yang sangat keji, perbuatan yang sangat sadis karena menyiksa korban terlebih dahulu sebelum meninggal, berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya, dan memberikan informasi menyesatkan. Sementara itu, tidak ada hal-hal yang meringankan.
Setelah melalui proses pleidoi, replik, dan duplik yang hampir menelan waktu selama 20 hari, majelis hakim akhirnya menjatuh vonis terhadap Jessica. Pembacaan vonis disampaikan ketua Majelis Hakim Kusworo.
"Menyatakan Jessica Kumala alias Jessica Kumala Wongso atau Jess telah terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana dan menjatuhkan pidana selama 20 tahun penjara dipotong masa tahanan dan menetapkan terdakwa tetap ditahan," ujar Ketua Majelis Hakim Kusworo di PN Jakarta Pusat, Kamis 27 Oktober 2016.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai perbuatan terdakwa telah mengakibatkan korban Wayan Mirna Salihin telah meninggal dunia. Selain itu, tindakannya juga dinilai keji dan sadis lantaran dilakukan terhadap teman terdakwa sendiri.
Jessica juga dianggap tidak menyesal atas perbuatannya membunuh Mirna. Selain itu, Jessica menurut Majelis Hakim tidak mengakui perbuatannya sendiri.
"Hal-hal yang meringankan terdakwa masih berusia muda diharapkan masih bisa memperbaiki diri di masa depan," ujar Hakim Kisworo.
Vonis hakim ini sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Dalam tuntutannya, JPU meminta majelis hakim menghukum Jessica selama 20 tahun.