Liputan6.com, Jakarta - Sesekali, dia mengusapkan tangan ke pipi dalam tenangnya. Berkemeja putih dan rompi tahanan merah, Jessica Kumala Wongso, khidmat mendengar dakwaan jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Baca Juga
Advertisement
Dia tetap tenang saat mendengar dakwaan jaksa penuntut umum yang menyatakannya telah mempersiapkan diri untuk menghabisi nyawa sang sahabat, Wayan Mirna Salihin dengan kopi bersianida. Kopi yang dipesannya di Cafe Olivier.
Sidang yang dimulai pukul 10.30 WIB itu, menyita perhatian masyarakat. Terlebih bagi keluarga Mirna. Ayah Wayan Mirna Salihin, Darmawan Salihin mendatangi Ruang Sidang Kartika 1 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Bahkan, kasus ini menggelitik rasa penasaran dunia internasional. Mereka penasaran, tentang kasus tersebut. Apalagi, Jessica adalah permanent resident atau berstatus sebagai penduduk Australia sejak 8 tahun yang lalu.
Puluhan jurnalis pun telah berkumpul di PN Jakpus sedari pagi. Walaupun tak berhasil membidik kedatangan Jessica yang bak sulap. Sejumlah jurnalis yang menanti di luar tidak menyadari kehadiran alumnus Billy Blue College of Design Sidney di ruang sidang.
Sikap tenang kembali ditunjukkan Jessica usai sidang. Bahkan, dia melempar senyum ke arah kamera wartawan.
Pantauan Liputan6.com, usai palu hakim diketuk menutup sidang, Jessica yang mengenakan celana hitam itu langsung meninggalkan ruang sidang. Dengan didampingi sekitar 12 pengacara, Jessica keluar melalui pintu samping.
Terencana
Janji polisi memejahijaukan Jessica Kumala Wongso terwujud. Pada Rabu 15 Juni 2016, terdakwa pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin itu duduk di kursi pesakitan.
Pada dakwaannya, jaksa penuntut umum menyatakan Jessica telah mempersiapkan pembunuhan terhadap Mirna.
Sebelumnya, dia sudah meminta kepada Mirna dan dua temannya yang lain, Boon Juwita alias Ani dan Vera Rusli, lewat percakapan di grup chat ponselnya untuk datang ke pertemuan itu.
"Pada pukul 12.58 WIB, terdakwa mengatakan akan mentraktir korban Mirna serta saksi Hani dan saksi Vera. Terdakwa juga memberitahukan kepada mereka jika terdakwa akan datang terlebih dulu ke Olivier untuk memesan tempat," kata jaksa.
Di percakapan group chat, Mirna memberitahu tentang kesukaannya terhadap minuman Vietnamese Ice Coffee (VIC) di Cafe Olivier, minuman yang sama yang dipesan Jessica untuk Mirna. Jessica datang lebih dulu ke tempat itu sekitar pukul 15.30 WIB dan masuk ke dalam untuk melihat situasi.
Setelah itu, Jessica ke luar kafe dan pergi ke toko Bath and Body Works di lantai 1 Grand Indonesia. Ia membeli tiga sabun dan meminta masing-masing sabun dibungkus dengan tiga paper bag.
Kemudian sekitar pukul 16.14 WIB, Jessica kembali ke Cafe Olivier membawa paper bag berisi sabun. Dia kemudian diantar Cindy ke area no smoking dan memilih sendiri meja nomor 54.
Tempat duduk itu berupa sofa setengah lingkaran, yang posisinya membelakangi tembok dan agak tertutup pandangan. Padahal masih ada meja nomor 33, 34, dan 35 yang kosong, di mana lokasinya lebih terbuka.
Di meja 54, Jessica langsung memasukkan tiga paper bag di atas meja. Selanjutnya, Jessica memesan minuman VIC sebagaimana kesukaan Mirna. Dia juga memesan dua minuman cocktail, yakni Old Fashion dan Sazerac, serta langsung membayar tunai ketiga minuman itu.
"Jessica menuju kasir sambil menengok dan memperhatikan keadaan dalam restoran," begitu bunyi surat dakwaan.
Setelah membayar, barista bernama Rangga langsung membuat VIC sesuai SOP di Cafe Olivier, dan menaruhnya di tempat pengambilan minuman. Sekitar pukul 16.24 WIB, Agus Triono selaku runner mengantarkan pesanan VIC, dan menyajikannya tepat di depan Jessica di meja 54.
Dalam penyajiannya, minuman VIC disajikan di dalam gelas tumbler, dan meletakkan sedotan di sebelahnya yang ujungnya masih terbungkus kertas pembungkus.
Tidak lama kemudian, Marlon Alex Napitupulu selaku server mengantarkan dua minuman cocktail. Saat itu, Marlon melihat sedotan sudah berada di dalam gelas berisi VIC. Dalam selang waktu itu, JPU menyebut Jessica memasukkan natrium sianida ke dalam gelas kopi Mirna.
"Lalu sekitar 16.28 WIB, Jessica kemudian berpindah posisi duduk ke tengah sofa. Dia meletakkan gelas berisi VIC di sebelah kanannya, dan menyusun tiga paper bag di atas meja sedemikian rupa, dengan maksud menghalangi pandangan orang sekitar ketika perbuatan yang akan dilakukannya terhadap gelas berisi minuman VIC tidak terlihat," demikian bunyi surat dakwaan.
Advertisement
Awal Petaka
Pada sidang kasus pembunuhan Mirna itu, hal yang paling ditunggu, tentu saja motif Jessica menghilangkan nyawa sahabatnya. Pada dakwaan terungkap, motif pembunuhan2531622 adalah sakit hati Jessica saat tinggal bersama Mirna dan dua kawan mereka lainnya di Australia.
"Sekitar pertengahan 2015, korban Mirna mengetahui permasalahan dalam hubungan percintaan terdakwa dengan pacarnya," ujar jaksa.
Mirna saat mengetahui permasalahan itu menyarankan Jessica putus dengan pacarnya. Sebab, sang kekasih sering bertindak kasar dan pengguna narkoba.
"Korban Mirna menyatakan buat apa pacaran dengan orang yang tidak baik dan tidak modal. Ucapan itu ternyata membuat terdakwa marah dan sakit hati, sehingga terdakwa memutuskan komunikasi dengan korban Mirna," lanjut jaksa.
Selang beberapa lama, Jessica akhirnya putus dengan pacarnya dan mengalami beberapa peristiwa hukum yang melibatkan Kepolisian Australia. Hal itu membuat Jessica makin tersinggung dan sakit hati kepada Mirna hingga merencanakan pembunuhan terhadap Mirna.
Guna mewujudkan rencana itu, Jessica berusaha kembali menjalin komunikasi dengan Mirna, melalui aplikasi chat di telepon pintar. Usaha komunikasi itu dimulai pada 5 Desember 2015, saat Jessica dalam perjalanan dari Australia ke Indonesia. Namun, saat itu pesan yang dikirim Jessica tidak mendapat balasan dari Mirna.
Jessica tiba di Indonesia pada 6 Desember 2016. Kemudian, pada 7 Desember 2015, Jessica kembali menghubungi Mirna melalui aplikasi chat untuk memberitahukan keberadaan dirinya di Jakarta.
"Terdakwa kemudian mengajak korban Mirna untuk bertemu," demikian bunyi surat dakwaan lainnya.
Kemudian terjadilah pertemuan pertama antara Jessica dan Mirna yang ditemani suaminya, Arief Setiawan Soemarko, di salah satu restoran di Jakarta Utara. Setelah pertemuan itu, Jessica sangat aktif menghubungi Mirna melalui aplikasi chat. Kemudian pada 15 Desember 2016, Jessica meminta Mirna membuat group chat yang beranggotakan Jessica, Mirna, Hani, dan Vera.
Atas permintaan itu, Mirna membuat group chat tersebut dengan nama "Billy Blue Days". Dalam percakapan di group chat itu, Jessica kembali berinisiatif mengajak bertemu yang akhirnya disepakati pada 6 Januari 2016.
Lokasi pertemuan itu di Cafe Olivier, West Mall, Grand Indonesia, Jakarta Pusat. "Pemilihan tempat itu atas pilihan terdakwa."
Atas perbuatan Jessica Wongso, jaksa mendakwa Jessica dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Ancaman hukuman yang diatur dalam Pasal 340 itu, yakni pidana penjara 20 tahun, seumur hidup, atau maksimal hukuman mati.
Missing Link
Gerak cepat. Itulah yang dilakukan oleh tim penasihat hukum Jessica Kumala Wongso. Usai jaksa penuntut umum membacakan dakwaan, tim pengacara Jessica langsung membacakan eksepsi atau nota keberatannya.
Mereka menilai dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang dibacakan dalam sidang perdana pada Rabu 15 Juni 2016 tidak lengkap, cermat, jelas, dan kabur, sehingga dakwaan tersebut harus dinyatakan batal demi hukum.
Hal ini karena pengacara menilai dakwaan tersebut tidak disertai urutan fakta-fakta dan terdapat missing link dalam dakwaan tersebut.
"Menurut jaksa penuntut umum, Jessica berkomunikasi dengan Mirna dan mengajak Mirna bertemu di kafe. Padahal faktanya yang mengajak adalah Hani. Masih versi penuntut umum, tiga paper bag disusun Jessica sedemikian rupa untuk menutup gerakannya dari CCTV. Faktanya Jessica tidak pernah karena dia baru pertama ke kafe tersebut," ucap salah satu pengacara Jessica, Otto Hasibuan.
Kejanggalan atau fakta lain yang tidak terdapat dalam dakwaan itu, kata Otto, JPU tidak menjelaskan dari mana dan kapan Jessica memperoleh natrium sianida yang diduga digunakan untuk membunuh Wayan Mirna Salihin.
"Di mana natrium sianida itu didapatkan, dengan cara bagaimana, dan di mana natrium sianida itu disimpan saat tiba di kafe, semua itu tidak diuraikan oleh jaksa penuntut umum. Tapi jaksa penuntut umum tiba-tiba dan sekonyong-konyong bilang Jessica memasukkan natrium sianida ke kopi Wayan Mirna Salihin," ujar Otto.
Hal lain yang masih dipertanyakan tim pembela Jessica, yakni apakah racun sianida itu berbentuk bubuk atau cair, dan apakah disimpan dalam kertas atau botol.
"Tidak dijelaskan jaksa penuntut umum, sehingga terdapat missing link dalam peristiwa. Padahal, jaksa sudah mendakwa Jessica sudah melakukan pembunuhan berencana. Jaksa harusnya menjelaskan dengan jelas, lengkap, dan cermat. Harusnya diuraikan fakta-faktanya," kata Otto.
Tim pengacara juga menyorot tidak adanya penjelasan dalam surat dakwaan tentang asal usul natrium sianida, serta tidak adanya saksi yang melihat langsung Jessica menuangkan racun mematikan tersebut ke dalam gelas kopi Mirna.
"Maka tidak dapat serta-merta disimpulkan benda yang dimasukkan itu adalah natrium sianida, bisa saja gula. Tapi ini tidak ada yang lihat," jelas Otto.
Melelahkan
Untuk mengurai missing link itulah, baik jaksa maupun pengacara menghadirkan banyak saksi dan ahli. Total, ada puluhan saksi dan ahli yang memberikan keterangan di sidang tersebut.
Sebuah proses yang melelahkan. Belum lagi, mayoritas sidang perkara ini berlangsung hingga dinihari.Â
Beberapa kali, Jessica menitikkan air mata dalam sidang. Berat badannya pun turun selama menjalani proses hukum itu.
Namun, drama persidangan kasus 'kopi sianida' ini berakhir Kamis 27 Oktober 2016. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis terhadap Jessica Kumala Wongso pada persidangan ke-32 kasus kematian Wayan Mirna Salihin.
Majelis hakim yang diketuai Kisworo itu menyatakan Jessica bersalah telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Mirna menggunakan racun sianida. Hakim pun menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara terhadap Jessica.
Tangis Jessica tak mempan menangkis tuntutan JPU.
"Perbuatan terdakwa keji dan sadis terhadap teman sendiri," kata Hakim Ketua Kisworo dalam pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Jessica yang dinilai tidak pernah menyesali perbuatannya dan mengakui perbuatannya membunuh teman dekatnya sendiri, menjadi alasan yang memberatkan hakim mengetuk vonis tersebut.
Mendengar vonis hakim, sekali lagi, Jessica menunjukkan ekspresi tenang....
Advertisement