Sukses

Kaleidoskop 2016: Super Kilat Kasus Ahok

Ahok menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 13 Desember 2016.

Liputan6.com, Jakarta - Berpakaian dinas Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama bicara soal program budi daya hasil laut di Kepulauan Seribu, Rabu 30 September 2016. Di tengah pembicaraanya, ia menyebut surat Almaidah ayat 51.

Enam hari berlalu, Buni Yani, seorang dosen perguruan tinggi swasta di Jakarta, mem-posting video pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu. Namun, posting-an di facebook yang membawanya jadi tersangka itu tidak utuh, berupa penggalan, dan sedikit transkrip:

PENISTAAN TERHADAP AGAMA?

"Bapak-Ibu [pemilih Muslim]… dibohongi Surat Al Maidah 51″… [dan] "masuk neraka [juga Bapak-Ibu] dibodohi".

Kelihatannya akan terjadi sesuatu yang kurang baik dengan video ini.

Postingan Buni pun sontak viral. Pada 7 Oktober 2016, Ahok dilaporkan oleh Habib Novel Chaidir Hasan yang berprofesi sebagai alim ulama, sebagaimana Laporan Polisi Nomor LP/1010/X/2016 Bareskrim.

Dalam laporan itu, Ahok diduga telah melakukan tindak pidana penghinaan agama di Indonesia melalui media elektronik berupa YouTube. Sekretaris Jenderal DPP FPI ini menganggap bahwa calon petahana Gubernur DKI ini secara terang-terangan telah melecehkan ayat dalam Alquran sebagai kitab suci umat Islam. Polisi masih memproses laporan itu.

Hanya berselang 8 hari dari video yang diunggahnya, sejumlah ormas Islam menggelar demonstrasi pada 14 Oktober 2016 dengan tajuk 'Aksi Bela Islam'. Mereka menuntut agar Ahok dihukum seberat-beratnya karena diduga menistakan agama.

Pada 24 Oktober 2016, Ahok pun berinisiatif mendatangi Bareskrim Polri untuk menjelaskan duduk perkaranya. "Saya pikir saya datang supaya bisa memberikan klarifikasi kepada polisi atas kasus di Pulau Seribu. Yang soal surat Al Maidah," kata Ahok ketika itu.

2 dari 3 halaman

Permohonan Maaf

Ahok lalu menyampaikan permohonan maafnya berkali-kali terkait ungkapan yang dinilai menyinggung masyarakat itu. "Saya kan sudah sampaikan berkali-kali, kalau saya dianggap salah pun, saya kan sudah menyampaikan mohon maaf," ujar Ahok, Selasa 1 November 2016.

"Kalau orang beragama, Tuhan pun memaafkan manusia yang sudah menyampaikan permohonan maaf. Itu saja," Ahok menambahkan.

Maaf Ahok ternyata tidak menghentikan niat para demonstran menggelar Aksi Bela Islama II. Mereka tetap menggelar demonstrasi dengan jumlah massa yang lebih besar pada 4 November 2016, mendesak agar Ahok di proses hukum secepat-cepatnya.

Perwakilan demonstran di terima Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK dan sejumlah menteri. Hasilnya, pihak kepolisian berjanji akan memproses kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok itu secara kilat.

Namun, demo yang sejak siang berlangsung damai, berujung ricuh menjelang malam. Dua mobil polisi dibakar di depan Istana Merdeka. Dua mini market di Jakarta Utara tak luput dijarah dan dirusak massa.

Pada 7 November, untuk menghindari gerakan massa yang terus meluas, Presiden Jokowi meminta polisi memproses hukum dengan cara terbuka dan transparan. "Ya, saya sudah perintahkan kepada Kapolri agar pemeriksaannya terbuka," kata Jokowi.

Hanya saja, Jokowi mengingatkan Kapolri untuk memeriksa kembali aturan dan undang-undang yang ada saat ini. Bila memungkinkan untuk dibuka silakan dibuka.

"Kita juga harus lihat apakah ada aturan hukum undang-undang yang memperbolehkan atau tidak kalau boleh saya minta untuk dibuka," lanjut dia.

Pemeriksaan terbuka ini tidak bermaksud macam-macam. Jokowi hanya ingin pemeriksaan berjalan dengan baik, terbuka, dan tak ada prasangka. "Terbuka biar tidak ada prasangka," ujar Jokowi.

3 dari 3 halaman

Jadi Tersangka Hingga Sidang

12 hari setelah demo 411, Bareskrim Polri menggelar perkara dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok. Hasilnya, Bareskrim menetapkan Ahok sebagai tersangka.

"Meskipun tidak bulat, perkara ini harus diselesaikan di peradilan yang terbuka, konsekusensinya akan ditingkatkan ke proses penyidikan dengan menetapkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka," kata Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto di Mabes Polri, Jakarta, Rabu 16 November.

Meski begitu, polisi memutuskan tidak menahan Ahok. Keputusan polisi ini pun tak memuaskan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNF-MUI) yang dimotori Rizieq Shihab. Mereka langsung mengumumkan kembali menggelar Aksi Bela Islam III pada 2 Desember 2016.

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri bergerak cepat. Polisi merampungkan berkas perkara tahap pertama atas kasus Ahok dan langsung melimpahkannya Kejaksaan Agung pada 25 November 2016.

Kejaksaan Agung langsung meneliti berkas kasus Ahok dari secara kilat. Hasilnya, berkas kasus Ahok tersebut lengkap hanya dalam waktu lima hari sejak diserahkan Bareskrim Polri.

"Pada hari ini, 30 November 2016, Kejaksaan Agung telah menyatakan bahwa perkara tersangka Basuki Tjahaja Purnama, atau dikenal sebagai Ahok, telah dinyatakan P21," kata Jaksa Muda Pidana Umum Noor Rahmad di Kejaksaan Agung, Rabu 30 November 2016.

Dengan demikian, berkas perkara penyidikan dari Bareskrim secara formal dan material telah memenuhi syarat untuk dibawa ke pengadilan. Kejaksaan pun meminta kepada penyidik untuk menyerahkan barang bukti dan tersangka.

Sehari kemudian, Ahok resmi dilimpahkan penyidik Bareskrim Polri ke Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Kamis 1 Desember sebagai tersangka. Penyidik membawa Ahok ke gedung Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) menumpang mobil polisi berwarna hitam berplat nomor B 1734 TYP.

Setelah sekitar 2 jam memeriksa Ahok, Kejaksaan Agung menyatakan tidak menahan gubernur nonaktif DKI Jakarta tersebut. "Sesuai SOP kami, bila penyidik tidak melakukan penahanan, maka kami juga tidak menahan," ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung M Rum.

Meski begitu, Kejagung akan mempercepat proses kasus tersebut. Ahok menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) pada 13 Desember 2016.

Â