Sukses

KPK Periksa Setya Novanto Pekan Depan Terkait Korupsi E-KTP

Ketua DPR Setya Novanto‎ akan dimintai klarifikasi sejumlah hal terkait proyek E-KTP yang menelan anggaran negara Rp 5,9 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjadwalkan pemeriksaan terhadap Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan E-KTP pada 2011-2012.‎ Jadwal pemeriksaan terhadap Ketua Umum DPP Partai Golkar itu dilakukan pada Selasa 13 Desember 2016.

"Kami baru dapat informasi, KPK sudah mengirimkan surat panggilan untuk Setya Novanto, Ketua DPR RI terkait kasus E-KTP," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat 9 Desember 2016.

Dia mengatakan KPK akan mengklarifikasi sejumlah hal terkait proyek E-KTP yang menelan anggaran negara Rp 5,9 triliun tersebut kepada pria yang akrab disapa Setnov tersebut. Namun, dia belum tahu rinci detil pemeriksaannya bakal seperti apa.

"Penyidik akan mengklarifikasi sejumlah informasi untuk memperdalam penyidikan kasus tersebut," kata Febri.

Sebelumnya, nama Setya Novanto disebut-sebut sebagai salah satu penerima uang korupsi E-KTP oleh mantan Bendahara Umum ‎Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. ‎Namun, Novanto sudah membantah tudingan Nazaruddin tersebut.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua orang tersangka pada kasus dugaan korupsi proyek E-KTP tahun 2011-2012 di Kemendagri. Keduanya, yakni bekas Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto.

Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

KPK sendiri telah mendalami kasus dugaan korupsi proyek E-KTP tahun 2011-2012 ini pada tingkat penyidikan hingga dua tahun lebih. Baik Irman maupun Sugiharto, dalam sengkarut proyek senilai Rp 5,9 triliun itu diduga telah menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara sampai Rp 2,3 triliun.

Video Terkini