Liputan6.com, Jakarta Ketua Panitia Khusus RUU Penyelenggaraan Pemilu Lukman Edy mengatakan, pembentukan peradilan khusus pidana pemilu dibutuhkan. Namun wacana tersebut perlu kajian ulang karena pembangunan infrastruktur yang terkendala waktu.
Di sisi lain, pansus juga akan tetap mempertimbangkan kondisi internal di Mahkamah Agung jika persoalan sengketa pemilu tetap menjadi tanggung jawab MA.
Baca Juga
Peradilan khusus pidana pemilu ini mengemuka dalam Rapat Konsultasi Pansus RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu dengan Pimpinan Mahkamah Agung di Gedung MA, Jakarta Pusat pada Rabu 14 Desember 2016.
Advertisement
Menurut Lukman, pihak MA lebih setuju jika seluruh sengketa pemilu diselesaikan di peradilan khusus. Sebab selama ini MA cukup kesulitan menangani kasus sengketa pemilu karena harus menyelesaikan kasus dengan jumlah besar dalam waktu singkat dengan jumlah sumber daya manusia yang terbatas.
Pada Pemilu 2014 saja, terdapat 1.300 perkara tindak pidana pemilu. "Apalagi kalau pemilu serentak nanti, sudah bisa dibayangkan seberapa kompleksitas yang akan dihadapi oleh MA," kata Lukman seperti dikutip dari Laman DPR di dpr.go.id, Kamis (15/12/2016).
Selain itu, kata dia, jika dibuat peradilan khusus pemilu, maka pembangunan infrastrukturnya terkendala waktu.
"Apalagi seperti hitungan MA tadi kalau ingin sukses dalam pemilu mendatang membutuhkan 1.500 hakim baru. Nah, kalau kita rekrutmen sendiri peradilannya, apakah siap juga untuk merekrut 1.500 calon hakim," lanjut politikus PKB ini.
Nantinya, lanjut Lukman, kedua pertimbangan tersebut, akan didalami pansus. "Nanti yang mana lebih banyak manfaatnya, kita pilih," tandas Lukman.
Ketua MA Hatta Ali menyampaikan selama ini pihaknya kekurangan hakim karena banyaknya hakim yang pensiun setiap bulannya. Sementara tidak ada penambahan hakim, terkait dengan moratorium penerimaan calon hakim sejak 6 tahun lalu.
Sehingga, menurut dia, peradilan khusus pidana pemilu berpotensi menjadi persoalan baru, yang secara tidak langsung akan menganggu proses pelaksanaan pemilu serentak nanti.