Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkaan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang dibiayai APBN-P 2016.
Keempatnya adalah Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi, pegawai PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, serta Direktur PT MTI Fahmi Darmawansyah.
Baca Juga
Wakil Ketua KPK Laode M Syarief mengatakan, Eko yang juga Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama Bakamla itu menjadi Kuasa Pengguna Anggaran dalam proyek ini.
Advertisement
"ESH ini sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Tapi secara detail peran dia masih didalami dalam pemeriksaan nanti," ujar Laode di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/12/2016).
Laode menyebut, nilai proyek monitoring satelit ini mencapai Rp 200 miliar dari Rp 400 miliar untuk keseluruhan proyek terkait di Bakamla. Diduga, dalam proyek ini, Eko menerima Rp 2 miliar dari pihak PT MTI.
"Uang Rp 2 miliar dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat dan dolar Singapura," ucap dia.
Laode menjelaskan, uang Rp 2 miliar itu merupakan pemberian pertama. Di mana Eko dijanjikan mendapat 7,5 persen dari nilai proyek Rp 200 miliar tersebut.
"Dari informai yang kami dapat, persetujuan commitment fee sekitar 7,5 persen dan sepertinya ini pemberian yang pertama, kalau tidak salah," ujar dia.
KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan monitoring satelit di Bakamla yang dibiayai APBN-P tahun 2016?.
Keempatnya, yakni Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi, pegawai PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, serta Direktur PT MTI Fahmi Darmawansyah.
Oleh KPK, sebagai penerima Eko diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sementara Adami, Hardy, dan Fahmi dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.
Adapun, penetapan tersangka ini merupakan hasil OTT yang dilakukan Tim Satgas KPK di dua lokasi berbeda di Jakarta. Dalam OTT itu diamankan empat orang, yakni Eko, Adami, Hardy, dan Danang Sri Raditiyo.
Dari pemeriksaan 1x24 jam, tiga di antaranya jadi tersangka, sementara Danang yang merupakan pegawai PT MTI masih berstatus saksi. Sedangkan, Fahmi jadi tersangka usai KPK memeriksa terhadap mereka yang diamankan Tim Satgas dalam OTT tersebut.