Sukses

Sering Mengamuk, Pemuda di Bogor Dirantai Keluarganya

Pemuda itu sudah beberapa kali diobati oleh dokter rumah sakit hingga dukun. Namun, penyakit jiwanya tak kunjung sembuh.

Liputan6.com, Bogor - Gara-gara sering mengamuk dan membuat warga resah, seorang pria di Bogor, Jawa Barat harus hidup terpasung dengan kedua kaki dirantai.

Pemuda bernama Kamin (22) ini duduk mengenakan kaos lengan panjang dan sarung di bawah pohon melinjo, di tanah kosong milik orangtuanya di Kampung Ciukuy RT02/05, Desa Singasari, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor.

Sesekali dia tertawa menyeringai lalu diam membisu. Kemudian bersenandung tidak jelas apa lagunya.

Kakinya dirantai dan digembok ayahnya, Yahya (54). Pemuda ini tak bisa pergi jauh dari bawah pohon yang hanya beratapkan plastik dan spanduk bekas.

"Terpaksa dia saya rantai sejak lima tahun lalu karena suka mengamuk," kata Yahya, Kamis (15/12/2016).

Jika mengamuk, lanjut Yahya, Kamin sering merusak barang-barang yang ada di rumahnya. Televisi dan kaca jendela rumahnya sudah beberapa kali dihancurkan oleh anak ketiga dari lima bersaudara ini.

"Barang-barang sudah banyak yang dihancurin," kata dia.

Dia bercerita, jiwa Kamin mulai terganggu sejak enam tahun lalu. Saat dia baru menginjak usia 16 tahun.

"Dia sering melamun dan murung," jelas Yahya.

Selanjutnya Kamin mulai meracau. Parahnya dia juga mengganggu orang lain. Terkadang mengejar-ngejar maupun melempari warga sekitar.

Pemuda itu sudah beberapa kali diobati oleh dokter rumah sakit hingga dukun. Namun, penyakit jiwanya tak kunjung sembuh.

"Tanah dan kerbau habis saya jual untuk mengobati dia," ucap Yahya.

Menurut paranormal yang pernah mengobati anaknya, sambung Yahya, Kamin mengalami gangguan jiwa karena dirasuki mahluk halus.

Omongan paranormal itu sejalan dengan pergaulan Kamin selama ini. Dia diketahui sering melakukan ritual untuk mendapat angka togel dengan teman-temannya di makam keramat tak jauh dari rumahnya.

"Kabarnya begitu. Tapi hanya dia yang kena (gila)," jelas Yahya.

Kini, pria paruh baya ini tak mampu lagi membawa putranya berobat atau memasukkannya ke rumah sakit jiwa. Sebab, harta bendanya sudah habis dijual untuk mengobati anaknya itu.

Penghasilannya sebagai petani hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Saya berharap ada pengobatan gratis dari pemerintah daerah," harap Yahya.