Sukses

Pidato Sjafruddin Prawiranegara yang Membuat Belanda Murka

Untuk memperlihatkan pemerintahan RI masih eksis, Sjafruddin berpidato melalui radio yang ditujukan kepada seluruh rakyat Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Pada 19 Desember 1948 pukul 06.00 WIB, Yogyakarta sebagai Ibu Kota RI diserang Belanda. Satu jam kemudian, giliran Kota Bukittinggi yang disebut-sebut sebagai Ibu Kota kedua RI diserang Belanda.

Pukul 09.00 WIB, Sukarno-Hatta memutuskan memberikan mandat kepada Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berada di Sumatera Barat untuk membentuk Pemerintah Republik Darurat di Sumatera. Dalam hitungan jam setelah itu, Sukarno-Hatta ditawan Belanda dan dibuang ke Pulau Bangka.

Sjafruddin bersama Tgk Moh Hasan yang menerima kabar penyerangan Yogyakarta, langsung berunding di Bukittinggi. Sore harinya, sekitar pukul 18.00 WIB, terbentuklah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan Ketua Mr Sjafruddin Prawiranegara dan Wakil Ketua Tgk Moh Hasan.

Puluhan tahun berselang, pada 18 Desember 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Keppres No 28 Tahun 2006 yang menetapkan 19 Desember, tanggal terbentuknya PDRI, sebagai Hari Bela Negara.

Pengumuman terbentuknya PDRI sendiri dilakukan tiga hari kemudian. Pada 22 Desember 1948, pukul 04.30 WIB, bertempat di Halaban, Payakumbuh, diumumkan terbentuknya PDRI lengkap dengan susunan kabinet.

Setelah pengumuman tersebut, Sjafruddin dan sebagian besar anggota kabinet berpindah-pindah tempat untuk menghindari kejaran pasukan Belanda.

Demi memperlihatkan bahwa pemerintahan RI masih eksis, pada 23 Desember 1948, Sjafruddin berpidato melalui radio yang ditujukan kepada seluruh rakyat Indonesia dan pasukan TNI.

Berikut pidato lengkap Sjafruddin Prawiranegara:

Belanda menyerang pada hari Minggu, hari yang biasa dipergunakan oleh kaum Nasrani untuk memuja Tuhan. Mereka menyerang pada saat tidak lama lagi akan merayakan hari Natal Isa AS, hari suci dan perdamaian bagi umat Nasrani. Justru karena itu semuanya, maka lebih-lebih perbuatan Belanda yang mengakui dirinya beragama Kristen, menunjukkan lebih jelas dan nyata sifat dan tabiat bangsa Belanda: Liciknya, curangnya, dan kejamnya.

Karena serangan tiba-tiba itu mereka telah berhasil menawan Presiden, Wakil Presiden, Perdana Menteri, dan beberapa pembesar lain. Dengan demikian, mereka menduga menghadapi suatu keadaan negara republik Indonesia yang dapat disamakan dengan Belanda sendiri pada suatu saat negaranya diduduki Jerman dalam Perang Dunia II, ketika rakyatnya kehilangan akal, pemimpinnya putus asa dan negaranya tidak dapat ditolong lagi.

Tetapi kita membuktikan bahwa perhitungan Belanda itu sama sekali meleset. Belanda mengira bahwa dengan ditawannya pemimpin-pemimpin kita yang tertinggi, pemimpin-pemimpin lain akan putus asa. Negara RI tidak tergantung kepada Sukarno-Hatta, sekalipun kedua pemimpin itu sangat berharga bagi kita. Patah tumbuh hilang berganti!

Kepada seluruh Angkatan Perang Negara RI kami serukan: Bertempurlah, gempurlah Belanda di mana saja dan dengan apa saja mereka dapat dibasmi. Jangan letakkan senjata, menghentikan tembak-menembak kalau belum ada perintah dari pemerintah yang kami pimpin. Camkanlah hal ini untuk menghindarkan tipuan-tipuan musuh!

Pidato tersebut dapat ditangkap oleh stasiun radio Singapura dan juga disadap oleh Radio Belanda di daerah Riau. Sejak itu PDRI menjadi musuh nomor satu bagi Belanda. Tokoh-tokoh PDRI pun harus bergerak sambil menyamar untuk menghindari kejaran dan serangan Belanda. (Dari berbagai sumber)

Â