Sukses

Sweeping Ormas di Balik Fatwa

Kapolri menegaskan, pihaknya juga tidak akan ragu menerapkan pasal pidana kepada ormas yang enggan dibubarkan ketika menggelar razia.

Liputan6.com, Jakarta - Jelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2017, Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberikan peringatan keras kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) untuk tidak merazia tempat-tempat umum. Hal ini terkait adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang atribut Natal yang tak boleh dikenakan umat Islam.

"Saya minta seluruh Kapolres, Kapolda, bubarkan mereka. Datangi baik-baik, suruh bubar," kata Tito di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (20/12/2016).

Kapolri menegaskan, pihaknya juga tidak akan ragu menerapkan pasal pidana kepada ormas yang enggan dibubarkan ketika menggelar razia. Menurutnya, hukuman bisa saja diperberat bilamana ada korban dalam razia tersebut.

"Kalau enggak mau bubar, tangkap. Gunakan Pasal 218 KUHP. Barang siapa yang diperintahkan bubar tapi tidak membubarkan diri dapat dipidana. Kalau seandainya dia melawan, ada korban luka dari kita (polisi) itu ancamannya 7 tahun," tegas Tito.

Tito juga menegaskan akan berkoordinasi dengan MUI agar saat mengeluarkan fatwa juga mempertimbangkan banyak hal.

"Saya akan koordinasi dengan MUI supaya dalam mengeluarkan fatwa tolong dipertimbangkan masalah toleransi, kebhinnekaan Indonesia itu," ujar Tito.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberi keterangan usai melakukan rapat kordinasi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (29/11). Rapat tersebut menyambut Akhir Tahun 2016 kedepan agar semua berjalan aman baik. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dia pun mengimbau ormas-ormas agar memahami bahwa fatwa MUI bukanlah hukum positif di Indonesia. Untuk itu, dirinya pun meminta agar MUI jika ingin melakukan sosialisasi secara baik-baik.

"Untuk itu silakan kalau mau sosialisasikan, lakukan dengan cara baik-baik, tidak membuat masyarakat takut. Gunakan MUI di cabang, bukan ambil langkah sendiri-sendiri," ujar Tito.

Kapolri pun memerintahkan jajarannya agar melaksanakan tindakan sesuai aturan hukum. Sehingga apabila ada pelanggaran, dia meminta agar orang atau pihak tersebut ditangkap.

"Kalau ada pelanggaran hukum, mengancam, mengambil barang atau atribut, dan lain-lain, tangkap. Kita tidak boleh kalah. Masyarakat harus dilindungi," ucap dia.

Polri sendiri memastikan tidak akan menolerir tindakan ormas yang melakukan sweeping jelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Apalagi setelah terbitnya fatwa MUI tentang atribut Natal.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto mengatakan Kapolri sudah memerintahkan seluruh jajarannya untuk memantau pergerakan ormas tersebut. Bilamana ditemukan adanya pelanggaran hukum, Kapolri meminta jajarannya untuk menindak tegas.

Anggota polisi bersiaga di sekitar gedung Mabes Polri, Jakarta, Selasa (5/7). Pengamanan Mabes Polri diperketat pasca pengeboman bunuh diri di Mapolresta Solo.(Liputan6.com/Faizal Fanani)

"Tidak ada toleransi melakukan sweeping, apalagi mengintimidasi, apalagi merusak, apalagi menganiaya. Jangan sampai ada yang terganggu melakukan ibadah atau ada masyarakat yang merasa terintimidasi sehingga tidak bisa melakukan kegiatannya," kata Rikwanto di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (20/12/2016).

Menurut dia, sweeping ormas tersebut sebenarnya sudah sering terjadi. Terutama menjelang hari besar semisal Natal dan Tahun Baru. Mereka seolah-olah mengedepankan agama tertentu.

"Tapi intinya membuat keresahan masyarakat. Ini tidak boleh. Semua agama yang ada di Indonesia, yang merupakan agama negara, tidak boleh ada halangan," terang Rikwanto.

Apa yang dikatakan Rikwanto memang ada benarnya. Jelang Natal dan Tahun Baru ada saja ulah anggota ormas. Seperti yang terjadi Minggu dinihari lalu, ketika sekelompok orang memasuki sebuah restoran di Solo, Jawa Tengah. Sejumlah pengunjung menjadi korban penganiayaan mereka.

  

2 dari 3 halaman

Amuk Ormas di Restoran Solo


Kabar itu tiba-tiba saja menyeruak. Empat anggota organisasi kemasyarakatan (ormas) Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS) ditangkap Satuan Reskrim Polda Jawa Tengah. Mereka diduga merusak saat sweeping di Restoran Social Kitchen, Solo, pada Minggu 18 Desember 2016.

Tak hanya merusak restoran, mereka juga diduga menganiaya pengunjung restoran.

"Selasa 20 Desember, polisi melakukan penangkapan terhadap 4 orang kelompok LUIS, pelaku perusakan dan penganiayaan di tempat hiburan malam Social Kitchen," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (20/12/2016).

Dia menambahkan, keempatnya ditangkap pada Selasa 20 Desember di lokasi berbeda. Pelaku pertama yakni Ketua LUIS Edi Lukito ditangkap di Kelurahan Sumber sekitar Pukul 00.30 WIB.

Setelah mencokok Edi Lukito, polisi kemudian menangkap Joko Sutarto selaku advokat LUIS di rumahnya di Kusumodilagan, Pasar Klowon, Surakarta sekitar pukul 02.10 WIB. Lalu, Endro Sudarsono selaku Humas LUIS yang ditangkap sekitar Pukul 02.00 WIB di rumahnya di Ngruki Cemani, Grogol, Sukoharjo.

Tak berselang lama, pelaku lainnya yakni Salman Alfasisi yang merupakan pelatih Idhad LUIS juga diamankan di Surakarta pada pukul 05.46 WIB. Keempat pelaku, ujar Rikwanto, saat ini masih menjalani pemeriksaan di Polda Jawa Tengah.

"Selanjutnya tersangka langsung di bawa ke Polda Jateng," ungkap Rikwanto.

Massa FPI saat melakukan sweeping di salah satu mal di Surabaya, Jawa Timur. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Dari keterangan saksi di lokasi, puluhan orang berjubah itu datang ke restoran dengan mengendarai sepeda motor. Setelah tiba, mereka langsung masuk dan merusak beberapa barang di dalam restoran.

Bukan hanya melakukan perusakan, mereka juga memukul beberapa pengunjung restoran. Beberapa pengunjung itu pun sempat dibawa ke rumah sakit karena mengalami luka-luka.

Belakangan, lima anggota LUIS (bukan 4 seperti berita sebelumnya) akhirnya ditetapkan polisi sebagai tersangka.

"Ya, sudah ditetapkan tersangka. Sudah dibawa ke Polda Jateng untuk pemeriksaan," kata Rikwanto di kompleks Mabes Polri, Selasa (20/12/2016).

Dia menambahkan, kelima tersangka yakni Ketua LUIS Edy lukito, Sekretaris LUIS Yusuf Suparno, Humas LUIS Hendo Sudarsono, pelatih idhad LUIS Salman Alfarisi, dan advokad LUIS Joko Sutarto masih diinterogasi penyidik Polda Jawa Tengah.

Kelimanya dijerat dengan Pasal 351 tentang Penganiayaan dan terancam hukuman penjaran di atas lima tahun. "Kita kenakan Pasal 351 ya. Tentang penganiayaan dan pengeroyokan," ungkap Rikwanto.

Menanggapi ulah ormas ini, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan bakal melakukan langkah-langkah penindakan terhadap ormas yang bertindak berlebihan. Mendagri Tjahjo Kumolo pun meminta peran kepala daerah memperhatikan ormas yang ada di wilayahnya masing-masing.

Para pengunjung tempat hiburan malam sedang diminta untuk melakukan tes urine (Liputan6.com/Herman Zakharia).

"Tadi Pak Kapolri bilang juga akan melakukan langkah-langkah (tegas), bahwa yang meresahkan masyarakat akan ditindak. Kepolisian harus proaktif," ucap Tjahjo di Universitas Negeri Jakarta, Senin 19 Desember 2016.

Menteri dari PDIP ini menyebut pihaknya tidak bisa serta merta membubarkan suatu ormas yang melakukan pelanggaran. Menurut Tjahjo, sanksi terhadap ormas diatur undang-undang sehingga pihaknya tidak bisa langsung membubarkan ormas yang melanggar.

"Membubarkan ormas itu beda dengan mendaftar. Mendaftar dengan online bisa, lalu dia harus memiliki asas Pancasila. Setelah mendaftar, dia teriak-teriak anti-Pancasila. Itu ada peringatan-peringatan yang panjang. Karena di undang-undang ada tahapan sampai ke Mahkamah Agung," paparnya.

Selain itu, Tjahjo mengaku memiliki kendala untuk menindak ormas-ormas. Rata-rata ormas lebih banyak terdaftar di Pemda sehingga sulit diinventarisir.

"Problemnya ormas-ormas itu tidak tercatat di Kemendagri, tapi secara lokal. Makanya itu menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah setempat setiap gubernur dan pemda setempat, kapolres dan kejaksaan. Koordinasi kepolisian dan dan kejaksaan harus diperlukan," tegas Tjahjo Kumolo.

 

3 dari 3 halaman

Razia Tugas Siapa?

Tak kurang dari Wakil Presiden Jusuf Kalla yang merasa gusar dengan fatwa MUI yang dijadikan pembenar oleh sejumlah ormas untuk merazia ruang-ruang publik. JK menilai, setiap fatwa hanya terikat pada pribadi umat. Aturan ini juga tidak bisa ditegakkan oleh ormas dengan sweeping.

"Aturan itu kan tidak bisa dilaksanakan oleh ormas. Aturan agama selalu untuk diri sendiri. Penegakan hukumnya dosa, neraka. Bukan penegakan hukumnya harus di-sweeping," ujar JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa kemarin.

Wapres menegaskan, fatwa MUI itu terikat pada pribadi umat. Bila dilanggar hukum agama yang berlaku. Tapi, penegakan hukum tidak bisa dilakukan dengan cara sweeping oleh ormas. Sebab, kewenangan sweeping hanya dimiliki kepolisian.

"Tidak bisa dong, yang begitu tidak bisa. Itu fungsi polisi itu," JK memungkas.

Wapres RI Jusuf Kalla turun dari mobil ketika meninjau proyek P3SON di Hambalang, Sentul, Jawa Barat, Minggu (4/9). Wapres menambahkan, Hambalang adalah aset nasional yang punya potensi besar dalam mencetak atlet. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pun mengingatkan masyarakat untuk tidak melakukan sweeping dengan alasan apa pun. Mengingat kewenangan melakukan sweeping ada pada aparat kepolisian.

"Tindakan untuk langsung melakukan hal seperti itu (sweeping), sebaiknya tak dilakukan masyarakat, ormas atau siapa pun. Karena yang berhak melakukan itu kan aparat penegak hukum," kata Lukman di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Masyarakat diimbau untuk langsung melaporkan segala hal yang bertentangan dengan aturan kepada kepolisian. Biarkan kepolisian yang bekerja karena memang kewenangan ada para mereka.

"Jadi atas dasar apa pun kalau di antara kita ada yang merasa ada hal hal yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, atau tidak selayaknya, ya sebaiknya laporkan saja kepolisian. Kepolisian lah yang punya kewenangan untuk melakukan tindakan kekerasan atas nama hukum," ujar Lukman.

"Tidak boleh ada yang melakukan kekerasan tanpa landasan hukum. Dan hanya aparat hukum kita karena ada dasar hukumnya," imbuh politisi PPP itu.

Rapat antara Menteri Agama dan Komisi VIII membahas penipuan yang menimpa 177 jemaah calon haji Indonesia di Filipina, Senayan, Jakarta, Senin (29/8). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sementara Menko Polhukam Wiranto mengatakan, permasalahan ini sedang diteliti lebih dalam terkait permasalahan ini. Pada dasarnya ormas apa pun tidak boleh melakukan sweeping.

"Sebuah ormas melakukan sweeping itukan tidak dibenarkan oleh hukum. Sweeping itu kalau ada pelanggaran sesuatu oleh aparat keamanan yang resmi. Ini dipelajari. Nanti ada satu proses tersendiri. Nanti kita beritahukan," pungkas Wiranto.

Melihat banyaknya kritikan yangb dialamatkan terjadap ormas, membuat MUI buka suara. Ketua Umum MUI, Ma'ruf Amin menyatakan menolak keras ormas apa pun yang melakukan sweeping dengan dalih menegakkan fatwa tersebut.

"Sejak dahulu sampai sekarang dan kapan pun, MUI tidak akan berikan toleransi kepada masyarakat atau ormas untuk melakukan eksekusi dan sweeping, karena yang berhak pemerintah," tegas Ma'ruf di kantornya, Jakarta, Selasa kemarin.

Ketua Umum MUI KH. Ma'ruf Amin dan sejumlah undangan lainnya sebelum melakukan pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (1/11). Dalam pertemuan tersebut juga dihadiri Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siraj. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

MUI juga meminta pemerintah agar melindungi umat Islam yang dipaksa menggunakan atribut non-muslim saat perayaan Natal oleh perusahaan-perusahaan.

"Kami minta pemerintah yang melindungi masyarakat atas pemaksaan menggunakan (atribut non-muslim). Karena itu kami tidak pernah toleransi sweeping," ujar Ma'ruf.

Dia pun berpesan agar ormas memberikan sosialisasi dan edukasi yang baik dengan masyarakat, dan bukan melakukan sweeping. "Ormas itu hanya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat," Ma'ruf menegaskan.

 

Video Terkini