Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maruf Amin menyatakan, karyawan yang menggunakan atribut keagamaan non-Muslim atas kemauannya sendiri, merupakan tanggung jawab diri masing-masing.
"Artinya juga dosa masing-masing karena sudah ada fatwa yang mengatur penggunaan atribut itu sendiri," kata Maruf dalam pertemuan dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Rumah Dinas Kapolri, Jakarta, Selasa 20 Desember 2016 malam.
Sementara itu, Kapolri menyatakan, apabila terjadi pemaksaan suatu perusahaan terhadap karyawan untuk menggunakan atribut keagamaan itu, maka bisa ditindak secara hukum.
Advertisement
"Kemudian yang perlu jadi atensi jangan sampai ada pemilik toko, memaksa karyawan yang Muslim untuk pakai atribut Natal dengan ancaman dipecat karena pemaksaan itu bisa dijerat dengan Pasal 335 ayat 2 KUHP," tegas Tito.
Baca Juga
Sementara, kata dia, terkait masyarakat yang secara ramai-ramai datang ke mal dengan alasan sosialisasi tapi malah melakukan intimidasi, Polri bisa melakukan penindakan.
"Apabila meresahkan kepentingan publik, Polri dapat menerapkan warning atau peringatan untuk pembubaran. Silakan bagi warga Muslim dengan kesadarannya memahami fatwa MUI itu, kemudian bagi warga non-Muslim tidak perlu khawatir melaksanakan hari raya karena memiliki hak melaksanakan ibadah dan kepercayaan masing-masing itu dilindungi," tutur dia.
Sebelumnya, pada Senin 19 Desember lalu, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian melarang aksi sweeping atau razia di berbagai pusat perbelanjaan dan kantor-kantor perusahaan oleh kelompok masyarakat terkait fatwa MUI.
Pernyataan Tito Karnavian itu disampaikan setelah muncul kemarahan publik, terutama melalui media sosial, atas tindakan ormas Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan sweeping di pusat-pusat perbelanjaan di Surabaya, Jawa Timur, Minggu 18 Desember lalu.
Aksi sweeping itu bertolak pada Fatwa MUI Nomor 56 Tahun 2016 tentang Hukum Menggunakan Atribut Keagamaan non-Muslim yang diterbitkan pada 14 Desember 2016.