Sukses

Potret Regulasi Tembakau di Negara Lain

Kontribusi besar Industri Hasil Tembakau mencapai Rp150 triliun lebih per tahun, itu belum termasuk pajak.

Liputan6.com, Jakarta Kontribusi besar Industri Hasil Tembakau mencapai Rp150 triliun lebih per tahun, itu belum termasuk pajak. Namun, Indonesia belum memiliki regulasi yang melindungi tembakau dari hulu hingga hilir

Padahal, di negara-negara yang juga memiliki komoditi tembakau dan menyadari arti penting ekonomi tembakau. Karena itu mereka membuat regulasi yang jelas dan memiliki perspektif melindungi berbagai pemangku kepentingan mulai dari industri hingga petani.

Misal Amerika Serikat. Meski menjadi salah satu negara yang gencar memberi dana anti tembakau, pemerintahnya memiliki regulasi yang memiliki keberpihakan terhadap komoditi tembakau. Ini dilakukan karena sejumlah negara bagian menjadi produsen tembakau.

Berikut kebijakan komoditi tembakau di sejumlah negara yang dirangkum dari berbagai sumber.

Tiongkok

Komoditi tembakau di negeri Panda dikuasi penuh oleh negara melalui China National Tobacco Corporation (CNCT) yang didirikan pada 1982. Badan ini mengatur alur komoditi tembakau mulai dari hulu hingga hilir.

CNTC punya tugas mengoperasikan semua aspek industri tembakau meliputi perkebunan, pembelian dan alokasi daun tembakau, produksi dan distribusi rokok, cerutu dan produk tembakau lainnya. Termasuk impor dan ekspor bisnis untuk industri tembakau.

CNCT membentuk perusahaan-perusahaan tembakau di tiap provinsi. Badan super power ini memiliki 300.000 staf dan pekerja. Tercatat, ada 100 pabrik yang bernaung di bawah CNCT dan 2.000 stasiun pengeringan daun tembakau.

Di China, setiap pabrikan, perusahaan swasta atau asing yang akan masuk ke komoditi tembakau harus mendapat lisensi dari The State Tobacco Monopoly Administration (STMA). Namun, porsi asing di komoditi tembakau di China tak boleh lebih dari 1 persen.

STMA memiliki unit usaha The China Tobacco Leaf Production Procuring and Sale Corporation yang mengatur kontrak pengadaan komoditi tembakau dengan petani. Alhasil, petani tidak leluasa menentukan luasan tanam. STMA juga menjadi pembeli tunggal untuk semua daun tembakau yang diproduksi petani.

Namun, dengan sistem monopoli tersebut seringkali ada gesekan antara petani, distributor, pabrik dan pengecer. Juga, benturan kepentingan antara industri tembakau di provinsi dan STMA yang berpusat di Beijing.

Jepang

Hampir mirip di China, Jepang menerapkan pola monopoli terhadap komoditi tembakau yang diatur oleh Japan Tobacco Incorporated (JCI) yang bentuk pada 1985. Meski dimonopoli, para petani diuntungkan karena badan ini membeli seluruh produksi tembakau petani dengan harga lebih tinggi melebihi acuan harga pasar internasional.

Melalui Tobacco Business Act, pemerintah punya kewenangan penuh terhadap setiap aspek bisnis komoditi tembakau. Mulai produksi, pembelian daun tembakau, pembuatan dan distribusi produk tembakau. Ini dilakukan agar industri dapat memberi kontribusi maksimal terhadap fiskal negara. Fasilitas produksi yang dimiliki dan dioperasikan oleh pemerintah.

Meski ada kebijakan pro tembakau, jumlah petani menurun drastis dari sekitar200.000 keluarga pada tahun 1970 kini tersisa sekitar 20.000 keluarga saja.

Uni Eropa

Uni Eropa merupakan produsen tembakau kelima terbesar setelah China, India, Brasil, dan Amerika Serikat. Di sana, komoditi tembakau mendapat subsidi 1% dari total anggaran Uni Eropa. Subsidi diberikan lantaran kontribusi tembakau ke pemasukan Uni Eropa mencapai 70 miliar euro.

Meski terjadi reformasi kebijakan pada tahun 2002, hingga 2010, tembakau tetap mendapat subsidi. Uni Eropa menerapkan pajak impor tinggi untuk melindungi industri tembakau mereka. Sementara untuk memantau pasar pertanian, Uni Eropa melahirkan Common Market Organisations (CMO).

Meski tembakau mendapat subsidi, Uni Eropa juga memberi kemudahan bagi petani yang ingin beralih ke tanaman lain. Hal ini dilakukan, seiring dengan kian gencarnya, kampanye global anti tembakau.

Amerika Serikat

Di Amerika, tembakau tumbuh di 21 negara bagian. Penghasil tembakau terbesar yakni negara bagian Kentucky dan North Carolina, mencapai dua pertiga dari tembakau yang ditanam.

Selama satu abad, tembakau menjadi tulang punggung ekonomi Kentucky dan menjadi primadona bisnis pertanian. Texas, Oklahoma, dan wilayah tengah menjadi daerah utama penghasil tembakau. Hingga saat ini, tembakau tetap menjadi sumber pendapatan terpenting dari sektor pertanian Amerika.

Dukugan Amerika terhadap komoditi tembakau terlihat dari kucuran subsidi mencapai Rp10 triliun sejak 1995 hingga 2010. Untuk melindungi pasar tembakau dalam negeri, dikeluarkan regulasi tembakau Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act.

Salah satu pasal dalam beleid itu, berisi aturan produk tembakau tidak boleh mengandung rasa buatan atau alami selain tembakau dan menthol, misalnya herbal atau rempah-rempah. Tak heran, rokok Kretek ‘diharamkan’ masuk Amerika. Aturan ini menjadi instrumen non tarrif barrier bagi produk rokok negara lain.

India

Tembakau telah menjadi komoditi penting selama hampir tujuh abad di India. Pada akhir abad ke-19, industri tembakau India berkembang pesat. Pada tahun 1945 Tobacco Grading Inspectorate didirikan untuk memastikan kualitas tembakau yang akan diekspor. Sementara lembaga Indian Central Tobacco Committee (ICTC) dibentuk untuk mengontrol pertanian tembakau di India, baik aspek teknis maupun aspek ekonomi.

Setelah merdeka, tepatnya pada tahun 1947, ICTC membentuk Central Tobacco Research Institute untuk melakukan riset tentang rokok dan Lanka, produk tembakau khas India. Selanjutnya, pada tahun 1956 Tobacco Export Promotion Council (TEPC) didirikan untuk mendukung, melindungi, dan memajukan ekspor tembakau India. Semua itu dilakukan, lantaran besarnya kontribusi pertanian dan industri tembakau bagi perekonomian India, tidak hanya dalam penerimaan pajak, tetapi juga dalam penyerapan tenaga kerjadan penerimaan ekspor.

Di sisi lain, India mengambil risiko dimusuhi industri rokok dan petani tembakau karena sejak Oktober 2008 melarang rokok diiklankan dan dipromosikan di media massa, media luar ruang, ataupun menjadi sponsor olahraga dan pergelaran musik. Di India, Industri juga dilarang menggunakan deskripsi yang membuat salah persepsi seperti pencantuman kata light, ultralight, atau low tar.

Argentina

Industri tembakau dari Argentina memproduksi 157.294 ton tembakau pada tahun 2003-2004, yang sebagian besar (93.327 ton) diekspor. Industri tembakau didominasi dua perusahaan transnasional: Massalin Particulares SA, anak perusahaan Philip Morris International dan Nobleza Piccardo.

Produsen tembakau terkonsentrasi provinsi Jujuy dan Salta dan Misiones dengan produksi lebih dari 45.000 ton per tahun. Penghasil tembakau lainnya adalah Provinsi Tucumán, Corrientes, Chacodan, dan Catamarca. Tembakau memainkan peran penting dalam perekonomian daerah penghasil.

Pemerintah mendukung industri tembakau melalui Dana Tembakau Khusus (Fondo Especialdel Tabaco, FET), berupa subsidi ditambah akses lebih mudah kredit untuk modernisasi. Juga terdapat jaminan kredit untuk petani, agar kualitas tembakau yang dipasok untuk industri bisa dijaga.

Pada Juli 2011 Argentina mengesahkan Undang-undang Anti-Rokok yang mengatur larangan merokok di tempat-tempat publik. Namun, Argentina belum menandatangani FCTC sebagai konvensi internasional yang mengatur peredaran tembakau.

Singapura

Sejak tahun 1970-an larangan merokok telah menjadi bagian dari regulasi pemerintah Singapura. Di sana, rokok dikenai pajak tinggi plus kemasan rokok harus dijual dengan gambar-gambar seram yang menunjukkan bahaya merokok.

Singapura adalah negara persemakmuran yang mendapat dukungan dari Inggris dan aliansi Trans-Atlantik, yakni Amerika Serikat. Tak heran, dukungan pemerintah Singapura juga diberikan terhadap aktivitas usaha kedua negara. Lihat saja, ketika negara lain tidak mempunyai akses terhadap bisnis di Korea Utara, British America Tobacco (BAT) Singapura leluasa memasarkan produknya ke Korea Utara.

Singapura juga saat ini tengah merancang aturan standardisasi kemasan rokok maupun produk tembakau lainnya. Khusus rokok, kemasan wajib polos tanpa ad logo dan merek.

Selain Singapura dan Malaysia, Thailand tergolong maju dalam regulasi rokok. Negara ini telah meratifikasi FCTC pada 8 November 2004. Thailand telah banyak menunjukkan kemajuan dalam mengendalikan konsumsi rokok di negaranya. Ini ditunjukkan dengan prevalensi perokok yang turun. Tahun 1995, prevalensi pria perokok mencapai 70 persen dan kini 40 persen.

Thailand

Di Asia, Thailand salah satu negara paling keras terhadap sektor tembakau. Dari sisi harga jual pun, terhitung mahal mencapai Rp50 ribu per bungkus. Hal itu terjadi karena sejak 1992 negara ini mengeluarkan dua regulasi yang berkaitan kontrol atas produk tembakau.

Pertama, UU Pengendalian Produk Tembakau yang mengatur pengemasan, pelabelan, promosi, periklanan, dan sponsorship produk tembakau. Melalui aturan ini, Thailand menerapkan aturan gambar seram di tiap produk rokok sekaligus melarang semua iklan dan promosi tembakau.

Regulasi kedua yakni UU Perlindungan Kesehatan bagi Nonperokok. Beleid ini menjadi dasar pelarangan merokok di semua tempat publik, transportasi, hingga perkantoran dan pusat belanja.




(Adv)

Video Terkini