Sukses

Drama Penggerebekan Teroris Tangsel

Dua mobil hitam dengan kecepatan tinggi tiba-tiba berhenti di depan rumah Endang. Jalan aspal sempit itu berkabut, ban berdecit.

Liputan6.com, Tangerang Selatan - Rabu pagi yang cerah, Endang Septiawan tengah memperbaiki sepeda motornya. Sebuah tenda terpasang di beranda. Endang melihat di bangunan seberang rumahnya di Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel) tengah ramai. Gelak tawa empat orang penghuni kontrakan milik tantenya turut menyemarakkan harinya yang tengah berduka karena beberapa waktu lalu sang kakek meninggal dunia.

Keempat penghuni kontrakan itu tengah bercengkerama sembari menyeruput kopi. Walau baru selesai dibangun, 3 dari 4 kamar kontrakan itu sudah terisi. Satu kamar diisi oleh sepasang pengantin baru. Kamar sebelahnya dihuni empat pria. Kamar di tengah dihuni oleh sebuah keluarga. Kamar terakhir masih kosong.

Obrolan empat lelaki penghuni baru kontrakan warna ungu itu terhenti sejanak ketika kopi dua orang di antaranya habis. Matahari pun mulai tinggi.

"Sekitar jam 9-an waktu itu," ujar Endang memulai ceritanya kepada Liputan6.com, di Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan, Banten, Rabu 21 Desember 2016.

Dua orang yang kopinya habis kemudian kembali ke kamar masing-masing. Namun, dua pria penghuni kamar tengah tetap asyik bercengkerama sembari menikmati kopi yang masih tersisa.

Endang kembali memperbaiki sepeda motornya. Dia kembali mengecek ada tidaknya baut yang lepas. Tak lama, konsentrasi Endang buyar.

Dua mobil hitam dengan kecepatan tinggi tiba-tiba berhenti di depan rumahnya. Jalan aspal sempit itu berkabut, ban berdecit dan sedikit tergelincir karena kerikil-kerikil kecil di jalan.

"Belasan orang dari dua mobil itu tiba-tiba turun, mereka bawa senjata laras panjang, sepatu, rompi bertulis Densus 88, dan kacamata hitam," lanjut Endang.

"Ada apa?" tanya dia. Endang pun melihat dua pria yang menghuni kontrakan di depannya terhenyak. Mereka tersentak dan langsung berlarian memasuki kamar kontrakan dengan lebar sekitar empat meter itu. Pintu kamar kontrakan dibanting.

2 dari 3 halaman

Tak Serupa Film Laga

"Ini polisi. Ini polisi!" Teriak belasan orang bersenjata laras panjang.

Tak ada peringatan, hanya dua kata itu saja yang terdengar oleh Endang.

Tak serupa adegan di film laga. Petugas tak pakai megaphone dan mengucapkan mantra klasik "Menyerahlah, Anda sudah dikepung,". Namun, Endang dengan jelas melihat jumlah petugas semakin banyak dan datang dari berbagai penjuru.

Sesuatu berwarna hitam terlempar saat dua pria itu berlarian. "Entah gelas kopi, entah sandal atau apa, tapi pas mereka masuk ke dalam itu, kelihatan ada yang terlempar," Endang menjelaskan.

Melihat ada benda yang melambung dan menghempas tanah, petugas panik. Belasan orang tadi bertambah jadi puluhan, entah dari mana asalnya. Endang makin mendekati pagar, agar jelas penglihatannya.

Empat orang petugas langsung merangsek masuk, pintu didobrak.

"Dor..Dor..Dor. Itu pakai jeda mas, ada sekitar delapan kali," lanjut Endang.

Pria 26 tahun itu merekam dengan baik, di telinganya masih terngiang bunyi letusan senjata.

Endang cemas. Dia terbayang jika peluru menerjang dinding-dinding kontrakan tersebut. Apalagi, kamar-kamar itu hanya dipisahkan dengan kayu tipis.

"Merinding saja, kamar di pojok, sama kamar yang diburu Densus itu, cuma dibatasin pakai tripleks, nanti tembus dan kena peluru nyasar," kata Endang.

Dia tak bisa lagi melihat kejadian selanjutnya dengan jelas. Sebab, petugas berompi Densus 88 lainnya, menyuruh Endang dan warga sekitar masuk ke rumah masing-masing. Petugas makin ramai, berkerumun di tempat yang baru saja diserbu dan diberondong peluru.

Menurut dia, dua pria yang ditembak dalam kamar kontrakan itu, sempat ikut mendoakan kakeknya. "Mereka ikut tahlilan malamnya," ucap Endang.

Dia memastikan hanya melihat dua pria yang berlarian ke dalam kamar kontrakan yang disergap polisi. "Kalau katanya sih korbannya tiga, mungkin yang satu lagi di dalam," ucap Endang.

 Densus 88 tangkap dan tembak tiga orang terduga teroris di sebuah kontrakan di daerah Kelurahan Babakan Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan

Setelah Endang di dalam rumah, dia berusaha mengintip dari tirai jendela. Petugas makin ramai, terus bertambah. Jam berganti, dentuman demi dentuman ia dengarkan. Lalu, Endang dievakuasi menjauhi tempat tersebut.

Selain Endang ada warga lainnya. Salah satunya Brow Kyntas. Pria berusia 30 tahun itu tersentak dari tidurnya. Gemuruh mesin dan sebuah letusan besar membangunkan Brow dari tidur paginya.

"Saya masuk malam, baru aja mau tidur, ada kayak bunyi petasan gitu, tapi gede banget," kata Brow.

Ayah dua anak ini, terperanjat. Ia berlarian menuju ruang tamu. Terlebih ia dengar gemuruh bunyi mesin yang semakin mendekat. Dari jendela depan, dua kendaraan perang lewat di depan rumahnya. Brow berteriak pada istri dan anaknya agar masuk kamar dan berlindung.

"Pas keluar, udah ramai banget, ada dua tank, di atas tank itu ada dua senjata, ada pelurunya," kata Brow.

Tank yang dimaksud Brow adalah Barracuda. Dia kaget belum pernah melihat kendaraan itu sebelumnya.

Di samping Barracuda, puluhan petugas bersenjata lengkap beriringan menuju sebuah tempat. Brow memanggil istri dan anaknya yang tadi berlindung di kamar. Mereka sekeluarga berlarian keluar rumah. Mengikuti kerumunan warga lainnya. Mereka berlarian di belakang petugas. Hanya 100 meter, jelang sebuah kontrakan yang tak asing bagi Brow. Petugas tak mengizinkan dirinya mendekat.

"Ya udah, sejak pagi masih di sini, kan dihalau buat ngejauh, sampai sekarang belum bisa masuk ke rumah, rumah saya yang itu," tunjuk Brow pada sebuah rumah bercat putih.

Dia tak bisa mendekat. Garis polisi terpasang, rumahnya yang berada di radius 300 meter harus dikosongkan.

3 dari 3 halaman

Tak Percaya

Tak lama setelah penggerebekan itu, mereka baru tahu tempat mereka hidup sehari-hari juga ditinggali penyebar teror.

Namun, banyak warga tak percaya. Belasan orang yang diwawancarai Liputan6.com, menyebutkan tak ada tanda-tanda penghuni kontrakan itu teroris.

Bahkan, warga tak menyangka ketiga orang itu tengah merencanakan teror.

Tini Purwaningsih (41) pemilik kontrakan itu juga mengaku tak percaya penghuni kontrakannya teroris. Empat orang yang menghuni kamar kontrakannya tersebut bahkan tak bersorban, tak berpeci, tak pakai baju koko, tak bercelana mengatung, tak berjenggot panjang.

"Mereka pakai celana jeans sehari-hari, pakai baju kaos, apalagi si Adam. Dia itu pulang pergi naik motor dan pakai jaket Go-jek," kata Tini.

Dia mengenal penghuni kontrakannya sebagai sosok yang baik. Meski tak terlalu hapal nama mereka, Tini tak akan lupa bagaimana empat pria itu tidur terlentang tiap malamnya, hanya beralas ubin.

"Baru malam kemarinnya saya kasih mereka karpet. Kasihan, sejak awal ngontrak 5 Desember lalu, tidurnya di ubin mulu," kata Tini dengan logat betawi kental.

Dia tak menyangka Adam, pengontrak kamarnya seorang peneror, buruan polisi, dan mengganggu keamanan.

Tini hanya mengenal Adam sekilas. Seorang pria asal Tangerang yang membayar lunas sewa kontrakan di muka.

"5 Desember dia mulai ngontrak, langsung bayar lunas Rp 700 ribu," ucap Tini.

Tak banyak yang diketahui Tini, semua serba mendadak. Begitu juga dengan warga sekitar. Semua serba tergesa-gesa. Tiba-tiba terdengar tembakan, orang berlarian, petugas bersenjata berkerumun, garis polisi dipasang dan kampung mereka diserbu wartawan.

Di televisi mereka lihat, di radio mereka dengar, di berita mereka baca, "Kampung Curug, Babakan, Setu, Tangsel jadi tempat persembunyian teroris."

Â