Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah tidak menghadiri pemanggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu. Suami Inneke Koesherawati tersebut mengaku sedang berada di luar negeri pada saat pemanggilan itu.
Pengacara Fahmi, Maqdir Ismail mengatakan kliennya kembali Tanah Air beberapa hari lalu.
"Saat OTT, dia (Fahmi) sedang berada di Belanda untuk berobat dan sudah pulang beberapa hari yang lalu," kata Maqdir di Jakarta, Jumat (23/12/2016).
Advertisement
Fahmi adalah tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap terkait pengadaan alat monitoring satelit pada Badan Keamanan Laut (Bakamla) berdasarkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) 14 Desember 2016.
Terakhir, dia dipanggil KPK pada 22 Desember sebagai saksi. Namun, dia tidak memenuhi panggilan tersebut.
"Tentang sakit apa dia belum memberitahukan saya," ujar Maqdir seperti dikutip dari Antara.
Namun, dia menegaskan Fahmi sedang berada di Belanda saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla). Bukan setelah OTT tersebut.
Meski belum menandatangani surat kuasa dari Fahmi, Maqdir sempat mengantarkan Fahmi ke pemeriksaan KPK sebagai saksi hari ini.
Pada kesempatan ini, dia pun meluruskan tentang identitas Fahmi.
"Betul suami Inneke dan ia (Fahmi) sempat menjadi pengurus MUI (Majelis Ulama Indonesia), tapi sudah lama dia nonaktif," jelas Maqdir.
Namun, pada laman resmi MUI, Fahmi masih menjadi Bendahara MUI pada periode 2015-2020.
Kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan KPK pada Rabu 14 Desember lalu terhadap Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla merangkap Kuasa Pengguna Anggaran Edi Susilo Hadi, dan tiga orang pegawai PT MTI Hardy Stefanus, Muhammad Adami Okta dan Danang Sri Radityo di dua tempat berbeda di Jakarta.
Eko diduga menerima Rp 2 miliar sebagai bagian dari Rp 15 miliar commitment fee yaitu 7,5 persen dari total anggaran alat monitoring satelit senilai Rp 200 miliar. Namun, KPK baru menetapkan Eko sebagai tersangka penerima suap dan Hardy, Muhammad Adami Okta dan Fahmi sebagai tersangka pemberi suap, sedangkan Danang hanya berstatus saksi.
Paket Pengadaan Monitoring Satelit Bakamla dengan nilai pagu paket Rp 402,71 miliar sudah selesai lelang pada 9 Agustus 2016. Pemenang tender adalah PT Melati Technofo Indonesia yang terletak di Jalan Tebet Timur Dalam Raya Jakarta Selatan.
Peralatan ini akan ditempatkan di berbagai titik di Indonesia dan terintegrasi dengan seluruh stasiun yang dimiliki oleh Bakamla serta dapat diakses di Pusat Informasi Maritim (PIM) yang berada di kantor pusat Bakamla.