Liputan6.com, Bekasi - Penggusuran warga Pekayon Jaya, Bekasi Selatan, di lahan milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), berbuntut panjang. Wali Kota Bekasi Rahmad Effendi bersama Kasatpol PP Kota Bekasi Cecep Suherlan dilaporkan warga korban gusuran ke kepolisian.
Wali Kota yang biasa disapa Pepen itu dilaporkan warga ke Bareskrim Mabes Polri, dengan nomor laporan: LP 1256/XII/2016/Bareskrim.
Baca Juga
Pengacara warga dari LBH Bekasi Agus Rihat menuturkan, penggusuran terhadap 174 rumah warga di Jalan Pengairan, Pekayon itu dinilai melanggar hukum. Apalagi, warga yang digusur itu merupakan warga Kota Bekasi yang memiliki legalitas yang sah seperti memiliki girik, KTP, dan KK.
Advertisement
"Warga yang tinggal di sana tidak liar. Mereka punya girik, membayar pajak bumi bangunan (PBB). Bahkan, warga telah mengantongi izin pengelolaan tanah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang dikeluarkan 2000 PJT II wilayah I dengan cara membayar retribusi," kata Agus, Sabtu (24/12/2016).
Agus menjelaskan, Pemkot Kota Bekasi telah melanggar UU tentang Nomor 11 Tahun 2005 tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, yang menyatakan bahwa musyawarah yang tulus menjadi unsur yang wajib dipenuhi pemerintah, sebelum melakukan penggusuran. Namun, proses yang demokratis dan partisipatif tersebut tidak dilakukan Pemkot Kota Bekasi.
"Yang ganjilnya lagi, surat peringatan (SP) penggusuran yang dikeluarkan Pemkot Bekasi, hanya dalam tempo dua minggu saya. Baru ada sejarahnya, bahwa SP 1, SP 2, dan SP 3 diterbitkan dalam waktu dua minggu," ucap dia.
Agus menjelaskan, akibat penggusuran, 200 KK terpaksa mengungsi. Bahkan, Pemkot Bekasi tak memberikan relokasi sementara dan uang ganti rugi kepada warga korban penggusuran.
"Apa yang dilakukan Pemkot Bekasi terhadap mereka tidak manusiawi. Warga tidak diberikan relokasi, tidak diberikan ganti rugi, alasannya karena mereka itu penghuni liar. Padahal mereka tinggal di lahan mereka sendiri, dengan mengantongi legalitas yang sah," tegas dia.
Agus juga berharap dengan laporan ke kepolisian tersebut, kasus penggusuran ini terhindar dari kepentingan-kepentingan politik.
Sementara, Subiran, warga korban penggusuran di RT 05 RW 17, Pekayon Jaya, menuntut ganti rugi bangunan kepada Pemkot Bekasi, lantaran rumahnya telah dirobohkan sejak akhir Oktober 2016.
"Waktu mau digusur, kemarin Bu Lurah, Babinsa, sama para pembina datang ke rumah. Katanya mau direlokasi, mau dibayar ganti rugi. Sampai sekarang belum dibayar," ucap Subira, sambil memperlihatkan girik tanah yang dimilikinya.
Sesuai Prosedur
Menanggapi laporan tersebut, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan, pembongkaran ribuan bangunan liar yang berdiri di atas lahan milik negara di wilayahnya itu telah sesuai prosedur yang berlaku.
"Saya jelaskan dan luruskan, pemeriksaan Kota Bekasi, bukan menggusur, apalagi melakukan pengerusakan. Yang ada adalah melakukan penertiban sesuai yang diatur oleh Perda. Berbeda, penertiban itu karena wewenangnya ada di pemerintah daerah, ada perdanya," kata Rahmat, Sabtu.
Rahmat menjelaskan, pihaknya mengaku sudah beberapa kali memberikan pemberitahuan soal rencana penertiban terhadap ratusan kepala keluarga yang tinggal di lokasi. ''Di samping itu sudah ada sosialisasi dan peringatan satu, dua, dan tiga. Jadi ranah dan wewenangnya ada di Pem
da," jelasnya.
Kendati, Rahmat tidak gentar terkait laporan yang dilayangkan sejumlah warga ke Bareskrim Polri tersebut. Sebab, pihaknya telah mengedepankan aturan dan nilai-nilai kemanusiaan saat menertibkan di wilayahnya itu.
"Kalau mereka bilang Pemkot melakukan pengerusakan, berarti seluruh pemerintah daerah yang melakukan penertiban tersebut bisa dikenakan pidana," pungkas 63 pria tahun itu.