Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 35,90 persen anak di perkotaan dan pedesaan berumur antara 7 hingga 17 tahun yang tidak sekolah, akibat tidak ada biaya.
"Dari beberapa alasan yang disampaikan, tidak ada biaya menjadi penyebab paling dominan bagi anak usia 7 sampai 17 tahun untuk tidak sekolah atau belum pernah sekolah, atau juga tidak bersekolah lagi," ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise seperti dilansir Antara (24/11/2016).
Yohana menjelaskan, pendidikan yang diupayakan pemerintah sebagai usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dilihat dari Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.
Advertisement
Yohana menegaskan, melalui program itu, anak-anak Indonesia harus sekolah minimal hingga sembilan tahun, atau lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun, program tersebut dirasakan belum optimal jika melihat masih banyak anak putus sekolah.
"Pendidikan murah atau gratis yang banyak diwacanakan dan diinginkan kalangan masyarakat, memang akan menolong jika ditinjau secara faktor ekonomi," kata dia.
Meski demikian, Yohana mengatakan, kebijakan tersebut harus juga ditunjang dengan kebijakan lain, untuk menuntaskan berbagai faktor penyebab putus sekolah lainnya.
"Sebab faktor ekonomi bukanlah penyebab satu-satunya anak putus sekolah. Karena masih ada beberapa alasan lain, seperti faktor psikologis, geografis, dan lingkungan sosial yang mengakibatkan anak mengalami putus sekolah," ujar dia.
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, selain faktor tidak ada biaya, terdapat tujuh alasan lain yang mengakibatkan anak putus sekolah.
Pertama, bekerja atau mencari nafkah sebesar 15,06 persen. Kedua, menikah atau mengurus rumah tangga 7,52 persen.
Ketiga, merasa pendidikan cukup sebesar 4,90 persen. Keempat, malu karena ekonomi sebesar 2,11 persen. Kelima, sekolah jauh 3,10 persen. Keenam, cacat atau difabilitas 4,56 persen. Dan ketujuh, karena faktor lainnya sebesar 26,84 persen.