Sukses

Jubir: KPK Tahu Keberadaan Eks Petinggi Lippo yang Buron

KPK menunggu koruptor yang menjadi buron menyerahkan diri.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah mengetahui keberadaan tersangka Eddy Sindoro, mantan petinggi Lippo Group yang masih berada di luar negeri. Eddy ditetapkan sebagai tersangka dugaan memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara, terkait pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"KPK mengetahui," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Kantor KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 28 Desember 2016.

KPK mengimbau Eddy menyerahkan diri agar‎ proses hukumnya dapat berjalan. "KPK masih mengimbau agar ESI (Eddy Sindoro) kembali ke Indonesia. Bisa belajar dari apa yang sudah dilakukan FD (Fahmi Dharmawansyah)," kata Febri.

Sementara itu, KPK juga memanggil Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho. Dia dimintai keterangan dalam kasus dugaan suap pengamanan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat oleh penyidik KPK.

Febri mengatakan, Ervan Adi dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka mantan Presiden Direktur Lippo Group Eddy Sindoro. 

"Ervan Adi akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka ESI," ujar Febri.

Orang-orang dekat Ervan juga ditanyai. Bahkan, para pimpinan PT Paramount Enterprise yang satu grup dengan Lippo itu juga dipanggil KPK. Salah satunya Sekretaris Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Vika Andreani dan Yendra Andreani.

Kantor PT Paramount Enterprise International merupakan salah satu tempat yang menjadi lokasi penggeledahan KPK. Penggeledahan dilakukan setelah KPK menangkap tangan Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution yang menerima suap dari Eddy Sindoro melalui Doddy Aryanto Supeno (DAS).

KPK menjerat Eddy Sindoro dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi, juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Menurut undang-undang, Eddy terancam kurungan penjara satu tahun, atau paling lama lima tahun. Dendanya Rp 50 juta dan paling besar Rp 250 juta.

Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan kasus sebelumnya yang telah menjerat Edy Nasution dan karyawan PT Artha Pratama Anugerah Doddy Aryanto Supeno. Mereka diringkus dalam sebuah operasi tangkap tangan di areal parkir sebuah hotel di Jakarta Pusat April 2016. Penangkapan dilakukan sesaat setelah Doddy menyerahkan uang kepada Edy.

Doddy sendiri telah divonis empat tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Sementara Edy divonis 5,5 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.