Liputan6.com, Jakarta - Ramlan Butarbutar tewas di tangan polisi setelah berupaya melawan petugas saat akan ditangkap. Dia menjadi incaran polisi karena merupakan pemimpin atau kapten dalam kasus perampokan dan pembunuhan di rumah Dodi Triono di Pulomas, Jakarta Timur.
Sebelum terlibat perampokan di Pulomas, Ramlan telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus serupa di Depok. Namun, Ramlan melarikan diri.
Kasubag Humas Polresta Depok Ajun Komisaris Firdaus mengungkap, Ramlan memang pernah diringkus Aparat Kepolisian pada 18 Agustus 2015. Sewaktu itu, dia diduga menjadi bagian dari pelaku perampokan di Perumahan Griya Telaga Permai Blok 2, Kecamatan Tapos Depok.
Advertisement
"Ramlan diringkus bersama kedua temannya bersama Posman H Andi (40), Jhoni Sitorus (45). Kondisi Ramlan memang memprihatikan, ketika ditangkap Ramlan dipasang selang," kata Firdaus di Depok, Kamis (29/12/2016).
Firdaus menjelaskan, Ramlan menderita penyakit Ginjal yang cukup serius. Melihat kondisinya yang sangat lemah, polisi pun mengajukan pembantaran terhadap tersangka Ramlan ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati dalam jangka waktu satu bulan.
"Kala itu kondisi Ramlan sangat sakit, Ketika itu dalam proses penahanan juga dalam kondisi sakit. Kita bantarkan di Rumah Sakit Polri Kramat Jati," ujar Firdaus.
Seiring berjalannya waktu, Rupanya, Ramlan harus mendapatkan perawatan medis secara khusus. Sehingga dirujuklah ke RS Cipto Mangunkusumo. Dalam proses pengobatan tersebut, penahanan Ramlan ditangguhkan dan diminta untuk wajib lapor seminggu dua kali yaitu pada hari Senin dan Kamis. Penanguhan dimulai pada 17 Oktober 2015.
"Harus di rawat jalan ke RSCM. Di sana Gak ada kamar kusus tahanan. Jadi harus intens berobat. Makanya ditangguhkan dengan wajib lapor," ujar Firdaus.
Namun, yang terjadi Ramlan Butarbutar justru tidak melakukan wajib lapor. Polisi langsung menetapkan Ramlan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO). "Sejak 25 Oktober 2015 atau sepekan kemudian, setelah dua hari tidak melakukan wajib lapor, kami terbitkan DPO. Artinya kabur saat perawatan jalan," tutur Firdaus.
Kasus Mandek
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaaan Negeri Depok, Priatmaji mengungkap sebab mandeknya proses hukum terhadap Ramlan. Saat berkas perkara dinyatakan lengkap atau P21, Satuan Reskrim Polresta Depok mengajukan pembantaran terhadap Ramlan ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati. Ramlan menderita penyakit gagal ginjal yang cukup serius sehingga harus ditanggani secara medis.
Priatmaji mengatakan, pihaknya mendapatkan salinan surat bernomor B/1530/IX/2015 yang berisikan permohonan pembantaran. Dimulai pada tanggal 2 September 2015 hingga kondisi kesehatan Ramlan Butarbutar membaik.
"Alasannya yang bersangkutan dalam keadaan tidak sehat dan sering mengeluh merasakan sakit selama berada di dalam Rutan Polresta Kota Depok," kata Priatmaji, Kamis (29/12/2016).
Priatmaji menjelaskan, dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang masuk ke Kejaksaan pada tanggal 18 agustus 2015 terkait kasus perampokan di Perumahan Griya Telaga Permai Blok 2, Kecamatan Tapos Depok, disebutkan jumlah tersangka sebanyak 4 orang.
Mereka adalah Ramlan Sibutarbutar (51), Posman H Andi (40), Jhoni Sitorus (45) dan Pendy Rajaguguk (DPO). Namun belakangan berkas milik Ramlan Butarbutar dipisah. Alasannya karena kejaksaan tidak mau menghambat proses hukum terhadap kedua terdakwa lain yaitu Jhoni Sitorus dan Posman H Andi.
"Ramlan tidak disidangkan. Karena dia memang sedang dibantarkan. Kalau menunggu berkas Ramlan proses hukum tersangka lain terhambat. Jadi yang disidangkan hanya Andi dan Jhoni Sitorus. Putusan dilakukan pada tanggal 25 Febuary 2016," ujar Priatmaji.
"Keduanya mendapatkan Vonis berbeda. Posman H Andi 6 Tahun Penjara, Sementara Jhoni Sitorus menerima vonis 7 tahun penjara," sambung Priatmaji.
Priatmaji menambahkan, usai dibantarkan, hingga hari ini Ramlan Butarbutar belum dikirimkan kembali ke Kejaksaan. Bahkan sampai berkas dan barang bukti perkarannya dikembalikan ke penyidik Polres.
"Setelah P21 tidak juga diserahkan tersangka Ramlan dan barang bukti. Kemudian kami menidaklanjuti dengan mengirimkan surat P21 A, atau penagihan P21 tersebut untuk menyerahkan tanggungjawab tersangka berikut barang buktinya. Namun hingga saat ini belum diserahkan tersangka beserta barang buktinya," ucap Priatmaji.
Priatmaji menjelaskan, berdasarkan SOP kejaksaaan, maka kami kembalikan berkas perkara berikut Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Sehingga tanggung jawab tidak ada lagi di Kejaksaan Negeri Depok.
"Artinya untuk perkara ini dapat diajukan kembali harus dimulai lagi dengan pengiriman dari awal lagi. Ini khusus Ramlan Butarbutar," Priatmaji memungkas.
Advertisement