Liputan6.com, Jakarta: Penggusuran Makam Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara, Rabu (14/4) yang dilakukan aparat Satpol PP berbuntut bentrok. Aksi Anarki membuat puluhan orang terluka dan beberapa di antaranya dalam kondisi kritis. Padahal apapun alasannya, tindak anarki tidak dibenarkan dan bukanlah jalan terbaik. Sebab sudah seharusnya aparat keamanan bertindak persuasif dalam menghadapi warganya sendiri. Begitu pula sebaliknya.
Sejak Rabu pagi, awal terjadi kericuhan sudah terlihat dari gerbang makam Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad yang juga dikenal sebagai makam Mbah Priok. Beberapa warga dan massa dari beberapa organisasi masyarakat sudah berjaga di pintu makam. Padahal, semula suasana masih aman terkendali, bahkan sempat pula terlihat beberapa pemuda penjaga makam sambil ber-marawis.Â
Namun di luar gerbang makam, aparat dari Satpol PP sudah bersiap mengeksekusi dengan berbaris di garis depan. Tanda-tanda akan ada bentrokan mulai terasa saat beberapa warga mulai terpancing dengan keberadaan Satpol PP. Padahal tak jauh dari pintu makam, tokoh masyarakat dan pimpinan ormas berusaha berunding dengan aparat agar suasana tidak memanas. Tapi tampaknya perundingan tersebut berbuah nihil.
Di pintu makam, bentrokan akhirnya pecah. Massa mencoba memukul mundur para petugas Satpol PP dengan lemparan batu. Akibatnya, beberapa anggota Satpol PP mulai bertumbangan terkena batu. Tapi aparat bersikeras mengeksekusi tanah makam sambil melawan massa. Sementara bentrokan semakin memanas, perlawanan sengit diberikan massa kepada Satpol PP.
Salah seorang massa yang menolak eksekusi sempat menjadi bulan-bulanan aparat kendati polisi sudah berusaha melindunginya. Kejadian tersebut tak ubahnya dendam aparat yang seakan ingin membalas nasib rekan-rekannya yang kian banyak berjatuhan.
Siang hari tadi, cerahnya langit dan mentari yang menyengat bagai pemercik api di bensin. Emosi kedua belah pihak semakin meningkat hingga puluhan korban berjatuhan. Satu persatu, korban ditandu dibawa ke ambulans dan dibawa ke rumah sakit terdekat yang kebetulan saat itu adalah Rumah Sakit Umum Daerah Koja, Jakut.
Aksi anarkis terjadi di kedua belah pihak. Saat seorang anak remaja yang sudah tidak berdaya digendong Satpol PP menuju ambulans, ia menjadi bulan-bulanan bogem mentah dan sepatu lars Satpol PP. Dengan susah payah ia berhasil dimasukkan ke ambulans. Di sisi lain, para aparat keamanan juga mendapat luka yang serius akibat lemparan batu dan aniaya warga. Sehingga banyak yang harus mendapat perawatan serius di rumah sakit.
Polisi pun berupaya menjadi penengah. Tembakan air dengan amat keras dari mobil water canon milik polisi mengarah ke warga yang menolak eksekusi. Tetapi langkah tersebut tidak berhasil. Sebab, massa yang menolak pembongkaran Makam Mbah Priok membalas dengan lemparan batu.
Tidak cukup water canon, polisi pun menembakkan gas air mata. Beberapa orang yang dianggap provokator ditangkap. Massa yang sudah tercerai berai meninggalkan beberapa kendaraan mereka. Karena panik, seorang warga bersembunyi di got kotor dan tertangkap polisi.
Beberapa warga menyelamatkan diri ke dalam makam dan rumah seorang Habib. Tetapi beberapa warga tidak beruntung. Tidak mengenal usia, seorang anak menjadi penerima hadiah pukulan aparat keamanan bertubi-tubi. Sementara dari kejauhan, beberapa orang tua mencari anak mereka. Emosi masih membara. Untuk meredakan emosi massa, beberapa ulama turun ke jalan.
Massa terus merangsek, merusak, seolah tak takut kerumunan aparat. Di suatu sudut di Jalan Dobo, Koja, Jakut, ada mobil Satpol PP menjadi sasaran murka massa yang merampas dan menjarah. Tak sampai di situ, mobil baja itu digulingkan kemudian dibakar. Tak puas, massa kemudian menyerang Satpol PP dan polisi.
Di sini tak ada menang ataupun kalah. Sebab, yang ada hanyalah mereka yang menjadi korban pertikaian. Sampai sejauh ini sekitar 144 korban terluka tercatat dirawat di empat rumah sakit yang tersebar seputaran Jakarta, yakni Rumah Sakit Koja, RS Sukamulya, RS Pelabuhan, dan RS Tugu.(BJK/YUS)
Sejak Rabu pagi, awal terjadi kericuhan sudah terlihat dari gerbang makam Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad yang juga dikenal sebagai makam Mbah Priok. Beberapa warga dan massa dari beberapa organisasi masyarakat sudah berjaga di pintu makam. Padahal, semula suasana masih aman terkendali, bahkan sempat pula terlihat beberapa pemuda penjaga makam sambil ber-marawis.Â
Namun di luar gerbang makam, aparat dari Satpol PP sudah bersiap mengeksekusi dengan berbaris di garis depan. Tanda-tanda akan ada bentrokan mulai terasa saat beberapa warga mulai terpancing dengan keberadaan Satpol PP. Padahal tak jauh dari pintu makam, tokoh masyarakat dan pimpinan ormas berusaha berunding dengan aparat agar suasana tidak memanas. Tapi tampaknya perundingan tersebut berbuah nihil.
Di pintu makam, bentrokan akhirnya pecah. Massa mencoba memukul mundur para petugas Satpol PP dengan lemparan batu. Akibatnya, beberapa anggota Satpol PP mulai bertumbangan terkena batu. Tapi aparat bersikeras mengeksekusi tanah makam sambil melawan massa. Sementara bentrokan semakin memanas, perlawanan sengit diberikan massa kepada Satpol PP.
Salah seorang massa yang menolak eksekusi sempat menjadi bulan-bulanan aparat kendati polisi sudah berusaha melindunginya. Kejadian tersebut tak ubahnya dendam aparat yang seakan ingin membalas nasib rekan-rekannya yang kian banyak berjatuhan.
Siang hari tadi, cerahnya langit dan mentari yang menyengat bagai pemercik api di bensin. Emosi kedua belah pihak semakin meningkat hingga puluhan korban berjatuhan. Satu persatu, korban ditandu dibawa ke ambulans dan dibawa ke rumah sakit terdekat yang kebetulan saat itu adalah Rumah Sakit Umum Daerah Koja, Jakut.
Aksi anarkis terjadi di kedua belah pihak. Saat seorang anak remaja yang sudah tidak berdaya digendong Satpol PP menuju ambulans, ia menjadi bulan-bulanan bogem mentah dan sepatu lars Satpol PP. Dengan susah payah ia berhasil dimasukkan ke ambulans. Di sisi lain, para aparat keamanan juga mendapat luka yang serius akibat lemparan batu dan aniaya warga. Sehingga banyak yang harus mendapat perawatan serius di rumah sakit.
Polisi pun berupaya menjadi penengah. Tembakan air dengan amat keras dari mobil water canon milik polisi mengarah ke warga yang menolak eksekusi. Tetapi langkah tersebut tidak berhasil. Sebab, massa yang menolak pembongkaran Makam Mbah Priok membalas dengan lemparan batu.
Tidak cukup water canon, polisi pun menembakkan gas air mata. Beberapa orang yang dianggap provokator ditangkap. Massa yang sudah tercerai berai meninggalkan beberapa kendaraan mereka. Karena panik, seorang warga bersembunyi di got kotor dan tertangkap polisi.
Beberapa warga menyelamatkan diri ke dalam makam dan rumah seorang Habib. Tetapi beberapa warga tidak beruntung. Tidak mengenal usia, seorang anak menjadi penerima hadiah pukulan aparat keamanan bertubi-tubi. Sementara dari kejauhan, beberapa orang tua mencari anak mereka. Emosi masih membara. Untuk meredakan emosi massa, beberapa ulama turun ke jalan.
Massa terus merangsek, merusak, seolah tak takut kerumunan aparat. Di suatu sudut di Jalan Dobo, Koja, Jakut, ada mobil Satpol PP menjadi sasaran murka massa yang merampas dan menjarah. Tak sampai di situ, mobil baja itu digulingkan kemudian dibakar. Tak puas, massa kemudian menyerang Satpol PP dan polisi.
Di sini tak ada menang ataupun kalah. Sebab, yang ada hanyalah mereka yang menjadi korban pertikaian. Sampai sejauh ini sekitar 144 korban terluka tercatat dirawat di empat rumah sakit yang tersebar seputaran Jakarta, yakni Rumah Sakit Koja, RS Sukamulya, RS Pelabuhan, dan RS Tugu.(BJK/YUS)