Liputan6.com, Jakarta - Buni Yani memenuhi panggilan penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Dosen itu kembali diperiksa sebagai tersangka dugaan penghasutan berbau SARA melalui media sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 ayat 2 UU ITE.
Sebelum menjalani pemeriksaan, Buni Yani sempat mengkritisi pemanggilan yang dilakukan penyidik terhadap dirinya. Menurut dia, pemanggilan ini menyalahi aturan lantaran berkas perkaranya belum dikembalikan ke Kejaksaan Tinggi DKI, padahal sudah lewat 14 hari.
"Saya sudah melakukan riset sedikit, polisi tak bisa memenuhi 14 hari pemenuhan berkas. Kalau nggak bisa memenuhi, berarti kalau saya dipanggil ini berarti menyalahi aturan," kata Buni di Mapolda Metro Jaya, Senin (9/1/2017).
Advertisement
Buni berdasar pada Pasal 138 KUHAP dan Pasal 12 ayat 5 Peraturan Kejaksaan Nomor 36 Tahun 2011. Kendati, Buni Yani tetap bersikap kooperatif dengan memenuhi panggilan polisi.
"Seharusnya saya nggak datang saja, tapi sebagai warga negara saya nggak mau bikin sensasi. Nanti saya protes (ke penyidik) di dalam," tutur dia.
Senada dengan Buni Yani, salah satu pengacaranya, Cecep Suhardiman, menilai penyidik tak memiliki bukti kuat menersangkakan kliennya. Hal itu terbukti dengan belum dikembalikannya perbaikan berkas perkara Buni Yani oleh penyidik Polda Metro Jaya ke Kejaksaan Tinggi DKI.
Padahal, berkas tahap pertama yang dilayangkan 6 Desember 2016 itu dikembalikan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada 19 Desember 2016 karena dianggap ada yang kurang lengkap.
Penyidik pun memiliki waktu 14 hari terhitung sejak 19 Desember 2016 untuk memperbaiki berkas penyidikannya. Namun hingga kini, berkas itu belum juga dikembalikan ke kejaksaan.
"Kami mengharapkan, kalau dalam perkara ini tak ditemukan tindak pidana, jangan dipaksakan. Karena memang, 14 hari waktu yang ditentukan oleh KUHAP tak bisa ditemukan oleh penyidik," ucap Cecep.
Buni Yani sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan dan menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian, permusuhan antar-individu berdasarkan SARA melalui media sosial.
Dalam hal ini, pengunggah penggalan video pidato Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait Surat Al Maidah ayat 51 itu dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Terkait hal ini, Buni Yani terancam hukuman enam tahun penjara.