Liputan6.com, Jakarta - Polda Metro Jaya serius mengusut kasus dugaan makar yang melibatkan sejumlah aktivis dan tokoh nasional. Polda Metro bahkan mengirim sejumlah penyidiknya terbang ke Padang, Sumatera Barat untuk menggali informasi dari saksi-saksi yang diduga mengetahui perkara tersebut.
"Sudah dari dua hari yang lalu (penyidik berangkat ke Padang). Penyidik belum pulang. Nanti kami sampaikan informasinya (hasil pemeriksaan)," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono, Jakarta, Kamis (12/1/2017).
Argo menjelaskan, saksi-saksi terkait makar tersebut sudah pernah dipanggil namun berhalangan hadir. Untuk mempercepat proses penyidikan, polisi pun memilih jemput bola dengan mendatangi langsung saksi ke tempat tinggalnya.
Advertisement
"Ya dipanggil, kan nggak punya duit dia ke sini (Jakarta) ya gimana," tutur dia.
Saksi yang dimaksud antara lain merupakan pemilik bus yang digunakan untuk membawa massa aksi super damai 212 ke Jakarta. Selain itu juga ada panitia atau koordinator lapangan yang membawa massa aksi dari Sumatera Barat ke Jakarta.
Namun Argo memastikan, pemeriksaan tidak berkaitan dengan berlangsungnya aksi super damai pada Jumat 2 Desember 2016 lalu. "Kita tidak menghubungkan dengan aksi 212. Kita terkait dengan kegiatan permufakatan makar aja," tandas Argo.
Seperti diketahui, sebanyak 11 aktivis dan tokoh nasional ditangkap secara hampir bersamaan di lokasi berbeda pada Jumat pagi 2 Desember 2016 lalu. Penangkapan dilakukan sesaat sebelum aksi super damai 212 di Monas, Jakarta Pusat dimulai. Para aktivis dan tokoh nasional itu dituding akan melakukan aksi makar dengan memanfaatkan massa aksi 212.
Setelah menjalani pemeriksaan intensif di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka dugaan makar dan permufaktan jahat sebagaimana Pasal 107 juncto 110 juncto 87 KUHP. Mereka yakni, Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko, Alvin Indra, dan Rachmawati Soekarnoputri. Namun tujuh orang ini tak ditahan.
Sementara tiga aktivis lainnya, yakni Sri Bintang Pamungkas, Jamran, dan Rizal Kobar dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 107 juncto Pasal 110 KUHP tentang Makar dan Permufakatan Jahat. Ketiganya sampai saat ini masih ditahan di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya.
Terakhir, musisi Ahmad Dhani yang turut ditangkap pada 2 Desember 2016 lalu tidak dijerat dengan pasal makar. Pentolan grup band legendaris Dewa 19 itu ditetapkan sebagai tersangka penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo sesuai dengan Pasal 207 KUHP. Dhani juga tidak ditahan setelah 1x24 jam diperiksa di Mako Brimob.