Liputan6.com, Jakarta - Lima dari sembilan spesies hiu berjalan di dunia, ternyata ada di Indonesia. Empat di antaranya merupakan spesies endemik atau hanya ada di Tanah Air.
Keempat spesies endemik itu adalah Hiu Berjalan Raja Ampat (Hemiscyllium Freycineti), Hiu Berjalan Teluk Cendrawasih (Hemiscyllium Galei), Hiu Berjalan Halmahera (Hemiscyllium Halmahera), dan Hiu Berjalan Teluk Triton Kaimana (Hemiscyllium Henryi).
Sedangkan, satu spesies lainnya, yaitu Hemiscyllium trispeculare ditemukan di perairan Aru Maluku. Namun, spesies ini hidup juga di pantai utara dan barat Benua Australia.
Advertisement
Hal ini diketahui berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Conservation International (CI) bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Western Australian Museum, dan California Academy of Science terhadap sembilan spesies hiu berjalan.
CI mencatat daerah sebaran spesies hiu berjalan di cincin utara Benua Australia, Papua Nugini, perairan Papua Barat, Halmahera dan Aru, dalam penelitian ini.
Antara, Kamis 12 Januari 2017, melansir pesies ini disebut sebagai hiu berjalan karena gerakan siripnya seperti hewan melata, terutama di perairan dangkal dan umumnya bisa dilihat pada malam hari.
Baca Juga
Kelompok hiu berjalan secara taksonomi sering disebut dengan hiu bambu (bamboo shark) dan termasuk dalam genus Hemiscyllium.
Hiu berjalan endemik Indonesia dari jenis Hemiscyllium freycineti ditemukan pertama kali di Raja Ampat pada 1824. Pada 2008, Hemiscyllium Henryi ditemukan di perairan Kaimana dan Hemiscyllium Galei ditemukan di Teluk Cenderawasih.
Sedangkan, Hemiscyllium Halmahera ditemukan perairan Halmahera pada 2013.
Temuan yang didukung oleh Mark Erdmann dan Gerald Allen dari CI dan Western Australian Museum ini merupakan perkembangan hasil temuan sebelumnya yang menunjukkan daerah sebaran yang luas di bagian utara Benua Australia, Papua Nugini, hingga Seychelles di Samudra Hindia dan Pulau Solomon di Pasifik.
Pengawasan secara berkala yang dilakukan oleh CI di perairan Papua Barat menyimpulkan populasi hiu berjalan berada dalam ancaman serius karena daerah sebarannya yang terbatas.
Spesies unik itu berpotensi mendapat ancaman lebih besar, seperti penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab, tumpahan minyak, peningkatan suhu, bencana, seperti angin siklon dan tsunami, kerusakan pantai, pembangunan wilayah pesisir dengan cara reklamasi, serta perkembangan industri pariwisata yang tidak memperhatikan keberlanjutan lingkungan.
Marine Program Director CI Indonesia Victor Nikijuluw mengungkapkan, selain hiu konvensional dan hiu paus, hiu berjalan adalah daya tarik tersendiri bagi wisata di Indonesia.
Menurut dia, dengan melakukan penyelaman dangkal (snorkling) atau berperahu di perairan dangkal, seseorang dapat menjumpai hiu berjalan.
Namun, dia pun khawatir karena spesies itu mudah ditemukan, maka ancaman keberlanjutan hidupnya juga semakin besar.
Oleh karena itu, ia berpendapat, sebaiknya spesies itu tidak diganggu ketika seseorang berwisata di pesisir, dan jangan merusak terumbu karang serta padang lamun yang merupakan habitat serta tempat hiu berjalan memijah.