Liputan6.com, Jakarta - Polisi dalam waktu dekat akan menjadikan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab sebagai tersangka kasus dugaan penodaan lambang negara. Hal itu dikatakan Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol Anton Charliyan, yang telah melakukan gelar perkara.
"Masih dilakukan pendalaman untuk dilakukan konfrontasi. Dan nanti kita sedang melengkapi bukti-bukti lain," ucap Anton di Markas Polda Jawa Barat, Jumat (13/1/2017).
Baca Juga
Anton mengungkapkan, setelah melengkapi bukti-bukti, dalam waktu dekat pihaknya akan ‎menjadikan Habib Rizieq sebagai tersangka.
Advertisement
‎"Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini yang bersangkutan akan dijadikan tersangka," ucap Anton.
Habib Rizieq dilaporkan ke polisi oleh Sukmawati Soekarnoputri atas dugaan penodaan terhadap lambang negara lewat barang bukti sebuah video ceramah di Kota Bandung.
Rizieq Shihab menyatakan tidak melakukan penghinaan dan penodaan terhadap Pancasila. Menurut dia, laporan Sukmawati Soekarnoputri terhadap dirinya ke Polda Jawa Barat adalah mempersoalkan tesisnya yang membahas mengenai Pancasila.
Rizieq mengaku, tesisnya yang berjudul "Pengaruh Pancasila terhadap Syari'at Islam di Indonesia", memuat kritikan terhadap usulan dari Sukarno. Namun dia membantah bila disebut telah menghina Pancasila sebagai dasar negara.
"Salah satu babnya berjudul 'Sejarah Pancasila'. Di situ saya melakukan kritik kepada kelompok-kelompok yang mengatakan Pancasila itu lahir 1 Juni 1945. Saya memperkuat pendapat bahwa Pancasila itu lahir sebagai konsensus nasional pada 22 Juni 1945. Tapi tidak kita mungkiri bahwa pada tanggal 1 Juni 1945, Sukarno mengusulkan nama Pancasila sebagai dasar negara‎‎," kata dia di Mapolda Jawa Barat, Kamis 12 Januari 2017.
Rizieq mengaku tidak pernah menghina dan merendahkan Bung Karno. Justru ia mengaku termasuk pengagum Bung Karno.
"Tapi seorang pengagum bukan berarti enggak boleh mengkritik yang dikaguminya. Yang saya kritik pun bukan Pancasila yang disepakati sebagai dasar negara, tapi usulan Bung Karno ketika pidatonya pada 1 Juni 1945. Dan yang indahnya Bung Karno menerima kritik tersebut, dan menerima usulan para ulama‎," tutur dia.
Â
Â