Sukses

Memburu Dalang Pencoretan Sang Merah Putih

Bendera Merah Putih yang telah dibubuhkan tulisan Arab dengan dua pedang bersilang berkibar saat demo FPI. Siapa dalangnya?

Liputan6.com, Jakarta Ribuan orang dari massa FPI menggeruduk Gedung Baharkam Polri Senin, 16 Januari 2017 lalu. Ada sejumlah tuntutan yang disodorkan kepada Polri, di antaranya pencopotan Kapolda Jawa Barat Irjen Anton Charliyan, terkait bentrokan GMBI dengan FPI di Bandung, Jawa Barat.

Namun di tengah aksi massa FPI itu, ada pemandangan tak lazim. Sejumlah pendemo bersorban putih dan jaket hitam membawa bendera Merah Putih saat bergerak ke area demonstrasi. Mereka membawa bendera Merah Putih yang lain dari biasanya.

Pada bagian merah di bendera yang dibawa pria itu terdapat kalimat syahadat laa Illaha Illallah yang artinya tiada Tuhan selain Allah. Sementara di sisi putih bendera terdapat gambar dua pedang yang tersilang.

Gambar yang diunggah di media sosial itu menghebohkan netizen. Sebab, aksi itu dinilai sebagai dugaan penghinaan terhadap lambang negara.

Dalam UU 24 No. 2009 tercantum tentang penggunaan Bendera Merah Putih, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Beleid itu mengatur sejumlah larangan terkait penggunaan bendera negara.

Pasal 67 pada UU tersebut melarang setiap orang untuk mencetak, menyulam, menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada bendera Indonesia.

Para pelanggar pasal itu terancam dijatuhi pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengaku geram atas rekaman gambar tersebut. Dengan tegas, ia mengatakan akan menyelidiki dalang pencoretan sang Merah Putih.

"Sekarang kita melakukan penyelidikan. Siapa yang membuat, siapa yang mengusung. Penanggung jawab, korlapnya akan kita panggil," ujar Tito di Mapolda Metro Jaya, Rabu 18 Januari 2017.

Tito menegaskan, coretan yang disengaja pada bendera Merah Putih tersebut merupakan suatu pelanggaran. Pelaku pun dapat diancam hukuman kurungan selama satu tahun penjara.

"Bendera Merah Putih tidak boleh diperlakukan tidak baik, di antaranya membuat tulisan di bendera dan lain-lain. Itu ada undang-undangnya, hukumannya satu tahun," tutur dia.

Karena itu, mantan Kapolda Metro Jaya itu pun meminta agar anak buahnya mengusut kasus ini secara maksimal. Dia ingin melihat, apakah pelaku maupun koordinator aksi massa FPI berani mempertanggungjawabkan tindakan itu.

Apalagi, gambar dan rekaman video berkibarnya bendera Merah Putih yang dicoret dengan tulisan Arab itu telah viral di sejumlah media sosial.

"Kita melihat sportivitas. Jangan sampai nanti, mohon maaf, ada akal-akalan bilang nggak tahu padahal tahu, itu berbohong diri sendiri," ucap Tito.

2 dari 3 halaman

Uji Digital Forensik

Menanggapi instruksi sang atasan, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono menegaskan akan menyelidiki kasus coretan di bendera Indonesia itu. Dia memastikan, ada atau tidaknya orang yang melapor, polisi tetap akan mengusutnya.

"Nanti kita lihat dulu. Kalau ada pelapor kita tindak lanjuti, kalau tidak ada, kita membuat sendiri laporan polisi model A," ujar Argo saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis 19 Januari 2017.

Dia menjelaskan, terdapat pasal yang mengatur bagaimana memperlakukan lambang negara, termasuk bendera Merah Putih. Pelanggarannya juga masuk kategori delik umum. Karena itu, polisi tidak perlu menunggu adanya laporan dari masyarakat untuk mengusut kasus tersebut.

"Itu kan ada yang dirugikan. Negara dirugikan di situ. Kalau kita melihat seperti itu, laporan model A juga bisa," jelas dia.

Saat ini polisi telah menyelidiki bukti-bukti berupa gambar dan rekaman video bendera yang dicoret di aksi demo FPI itu. Penyidik perlu memastikan apakah gambar tersebut asli atau rekayasa. Selain itu, polisi juga memastikan di mana lokasi pelanggaran tersebut.

Jika benar kasus tersebut terdapat unsur pidana dan terjadi saat demo FPI di depan Mabes Polri Senin kemarin, bukan tidak mungkin polisi akan memanggil penanggung jawab aksi tersebut.

"Nanti akan kita lihat apakah itu locus delicti, kemudian berkaitan gambar itu di mana, kalau itu sudah jelas nanti akan kita panggil," tandas Argo.

Saat ini, polisi menyelidiknya dengan menguji video yang tersebar di media sosial di laboratorium digital forensik.

"Prosesnya sedang dilakukan digital forensik, dilakukan penyelidikan terhadap mereka yang mengibarkan," kata Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta, Kamis 19 Januari 2017.

Langkah tersebut adalah untuk menganalisa bahwa gambar itu bukanlah rekayasa. "Digital forensik untuk memastikan gambar itu benar, apa adanya dengan yang kita liat secara kasat mata," kata Boy.

 

3 dari 3 halaman

Tanggapan FPI

Kabar bendera bertuliskan Arab tersebut ditanggapi Sekjen DPD FPI DKI Jakarta Novel Bamukmin. Dia mengaku dirinya mengetahui dan melihat keberadaan bendera tersebut.

Novel menuturkan, begitu melihat ada bendera yang tak sesuai di antara kerumunan massa aksi, ia langsung mengamankannya. Namun, ia belum bisa memastikan apakah orang yang mengibarkan bendera tersebut merupakan peserta aksi atau bukan.

"Kalau itu saya yang ngamanin. Kejadian bendera itu berkibar, anak ABG yang bawa. Dia enggak pakai baju koko, enggak pakai kopiah, enggak paham saya. Langsung saya suruh laskar amanin itu bendera," ujar Novel saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis 19 Januari 2017.

Novel menuturkan, pihaknya tidak sempat menginterogasi remaja yang membawa bendera Merah putih yang dicoret itu. Sebab, saat itu dia tengah fokus menyampaikan aspirasi di depan Gedung Baharkam Mabes Polri.

"Pas begitu kita minta, enggak lama duduk, delegasi yang di dalam keluar, (massa) pada bubar. Kita enggak tahu itu anak ke mana lagi. Yang pasti itu bukan bendera FPI, LPI, GNPF," tegas dia.

Bendera tersebut langsung digulung dan diamankan tanpa koordinasi dengan kepolisian. FPI tak ingin keberadaan bendera Merah Putih yang dicoret tersebut justru berdampak negatif bagi aksi tersebut.

Novel curiga bendera tersebut sengaja dikibarkan penyusup di tengah-tengah massa aksi. Tujuannya yakni untuk merusak citra aksi yang dilakukan FPI, LPI, dan GNPF itu.

"Atribut yang amanin bukan polisi, tapi kita. Karena itu fitnah buat kita. Kita lagi konsentrasi mendengarkan orasi. Kita nggak mau terpecah konsentrasi dengan hal itu. Kita enggak tahu itu penyusup, intel, atau provokator," Novel memungkasi.