Sukses

KPK Pelajari Laporan SFO soal Dugaan Suap Rolls Royce Pada PLN

KPK telah menerima banyak dokumen dari SFO terkait kasus yang kini mereka tangani.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki kasus dugaan suap yang diterima Emirsyah Satar dari Rolls Royce, perusahaan penyedia mesin pesawat. Dalam mengusut kasus ini, KPK bekerjasama dengan lembaga antirasuah asal Inggris, Serious Fraud Office (SFO).

Berdasarkan investigasi SFO, Rolls Royce tak hanya menyuap Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia periode 2005-2014 itu. SFO menduga Rolls Royce ikut menyuap pejabat-pejabat di Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk pemenangan proyek pada 2007.

"Sebagaimana yang disampaikan sebelumnya, kami mendapat informasi banyak dari SFO dan CPIB. Kami sedang pelajari lebih lanjut," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin 23 Januari 2017.

Febri mengaku, KPK telah menerima banyak dokumen dari SFO terkait kasus yang kini mereka tangani. Meski begitu, penyidik KPK kini masih fokus terhadap kasus yang menjerat Chairman MatahariMall.com itu.

"Kami juga sendang fokus mendalami aliran dana pihak-pihak penerima dan pemberi, maupun pihak terkait dalam kasus Garuda Indonesia ini,"‎ kata Febri.

KPK telah mengungkap kasus dugaan suap terkait pengadaan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. PT Rolls Royce merupakan perusahaan yang menyediakan mesin pesawat tersebut.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka, yaitu Emirsyah Satar (ESA) mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia periode 2005-2014, dan Soetikno Soedarjo (SS), pendiri dari Mugi Rekso Abadi (MRA).

Emir diduga menerima suap senilai US$ 2 juta. Demikian pula dengan barang senilai US$ 2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia.

Sebagai penerima, Emir disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan SS, selaku pemberi suap disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.