Liputan6.com, Jakarta - Penangkapan Bupati Klaten membongkar kasus jual beli jabatan di tatanan Pemkab Klaten. Diduga uang hasil transaksi jabatan tersebut juga mengalir ke anggota DPR.
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofyan Effendi mengatakan, DPR tengah menggodok revisi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Semangat revisi ini rupanya untuk menghilangkan fungsi pengawasan perekrutan ASN.
Baca Juga
Bila dihitung, kata Sofyan, ada Rp 40 triliun uang yang berputar dari hasil jual beli jabatan di seluruh daerah. Bila sistem perekrutan merit atau seleksi terbuka ini direvisi dan hilang, peluang jual beli jabatan semakin besar.
Advertisement
"It's a big money (ini uang berjumlah besar) dan itu pastilah ada sebagain uang itu mengalir juga kepada pembuat kebijakan ini di Senayan," kata Sofyan di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/1/2017).
Sofyan juga menyebut usulan revisi UU ASN ini rupanya datang dari Asosaisi Pemerintah Daerah. Dengan adanya UU ASN dan pengawasan dari KASN ditambah sistem merit, diyakini menyulitkan praktik jual beli jabatan.
"Karena pemerintah daerah ini yang akan kehilangan 'ATM'-nya ini. Dia bekerja sama dengan DPR untuk menghilangkan pengawasan sistem merit dan lembaga yang melaksanakan pengawasan sistem merit," imbuh dia.
Sofyan menambahkan, sedikitnya ada 30.586 jabatan pimpinan tinggi, 97.817 jabatan administrator, dan 314.879 jabatan pengawas yang ada di semua daerah. Bila ini diperjualbelikan dengan nilai tertentu, total transaksi mencapai Rp 40 triliun
Jual Beli Jabatan di Pemkab Klaten
KPK menetapkan Bupati Klaten Sri Hartini sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan terkait rotasi sejumlah jabatan di Pemkab Klaten. Selain Sri, KPK menetapkan Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Klaten, Suramlan,‎ ‎sebagai tersangka.
Sri, bupati yang diusung PDIP diduga menerima suap sekitar Rp 2 miliar lebih, US$ 5.700, dan 2.035 dolar Singapura dari para pihak yang 'memesan' jabatan tertentu.
Sebagai penerima suap, Sri dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sedangkan, kepada Suramlan selaku terduga penyuap, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.