Liputan6.com, Pinrang - Hadaria, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, dikabarkan meninggal di Serawak, Malaysia sejak Jumat 13 Januari 2017. Namun, hingga saat ini jenazah perempuan 58 tahun itu belum bisa dipulangkan ke kampung halamannya, lantaran terkendala persoalan administrasi dan biaya.
Anak Hadaria, Nur Nani saat ditemui di kediamannya di Jalan Seroja, Kelurahan Patonangi, Kecamatan Paleteang, Kabupaten Pinrang menyebutkan, saat ini jenazah ibunya masih tertahan di Rumah Sakit Sibu, Serawak.
Baca Juga
"Pihak pengurus pemulangan jenazah di Jakarta butuh kelengkapan surat pernyataan dan dana untuk membantu pemulangan ibunda kami," kata Nur, Kabupaten Pinrang, Sulsel, Selasa 24 Januari 2016.
Advertisement
Nur menjelaskan ibunya sudah 10 tahun menjadi TKI di Negeri Jiran, dan terakhir ia bekerja di sebuah kedai kopi di Serawak. Sang ibunda ditemukan meninggal di kamar kos miliknya dan langsung dibawa ke rumah sakit, untuk keperluan autopsi.
"Sudah 10 tahun dia di Malaysia, tentunya kami sangat sedih, apalagi sudah sangat lama saya tidak bertemu dengan ibu saya," lanjut perempuan 41 tahun itu.
Menurut Nur, biaya yang dibutuhkan untuk memulangkan jenazah sang ibunda mencapai Rp 36 juta. Sementara, pilihan lain bagi pihak keluarga adalah memakamkan jenazah Hadaria di Serawak, yang hanya membutuhkan biaya kisaran Rp 9 juta.
"Jika dikebumikan di Serawak biaya pemakamannya itu sekitar Rp 9 juta, kalau mau dipulangkan biayanya sekitar Rp 36 juta," beber Nur.
Sementara, Pemerintah Kabupaten Pinrang tengah mengupayakan pemulangan jenazah Hadaria, yang hingga saat ini masih tertahan di Malaysia.
"Tadi siang saya sudah tugaskan Kadisnakertrans dan camat, untuk menemui pihak keluarga dan menyerahkan bantuan," kata Bupati Pinrang Andi Aslam Patonangi saat dikonfirmasi.
Senada dengan Andi, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Pinrang Syamsuddin mengatakan, pihaknya masih berupaya memulangkan jenazah Hadaria.
"Bantuan sudah diserahkan sesuai arahan bupati, kita juga sedang berupaya memulangkan jenazah Hadaria agar bisa dikebumikan di kampung halamannya," kata Syamsuddin.
Namun, Syamsuddin mengatakan pihanya menemukan beberapa kendala. Belakangan, setelah dirinya berkoordinasi dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI), terungkap bahwa Hadaria merupakan TKI tidak resmi.
"Jadi setelah kami berkoordinasi dengan pihak BP2TKI ternyata Hadaria menjadi TKI itu tidak sesuai prosedur atau ilegal," kata dia.
Kendala lain, kata Syamsuddin, salah satu anak Hadaria bernama Tini yang saat ini berada di Sangatta, Kalimantan Timur, telah memberikan pernyataan bersedia jika jenazah sang ibunda dimakamkan di Serawak.
"Pihak BP2TKI juga menjelaskan bahwa salah seorang anak Hadaria yaitu Tini sudah mengeluarkan pernyataan lisan, bahwa dirinya bersedia ibunya dimakamkan di Malaysia. Sementara Nur Nani ingin jika ibunya dimakamkan di kampung halamannya," Syamsuddin menandaskan.