Sukses

Usai Diperiksa KPK, Anak Bupati Klaten Bungkam

Sampai masuk ke dalam kendaraan, Andy tetap diam. Begitu juga saat ditanya perihal uang Rp 3 miliar yang diduga ditemukan di kamarnya.

Liputan6.com, Jakarta - Andy Purnomo, anak dari tersangka Bupati Klaten non-aktif Sri Hartini (SHT), usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Andy yang mengenakan kemeja berwarna biru hanya terdiam saat dihadang awak media.

Anggota DPRD Klaten, Jawa Tengah itu terlihat sesekali tersenyum. Hanya kuasa hukumnya, Deddy Suwadi yang menjelaskan sedikit perihal pemeriksaan Andy.

"Hanya klarifikasi saja," ujar Deddy singkat, dan terus menemani Andy menuju kendaraan pribadinya di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (25/1/2017).

Sampai masuk ke dalam kendaraan, Andy tetap diam tak bersuara. Begitu juga saat ditanya perihal uang Rp 3 miliar yang diduga ditemukan di kamarnya.

Pemeriksaan terhadap Andy sendiri sesuai dengan kapasitasnya sebagai Anggota Komisi IV DPRD dari Fraksi PDIP. Diduga Andy mengetahui dugaan suap jual beli jabatan yang menjerat ibunya, Sri Hartini. KPK juga sempat menyita uang Rp 3 miliar yang diambil dari kamar Andy.

Jual Beli Jabatan

KPK resmi menetapkan Bupati Klaten Sri Hartini sebagai tersangka kasus dugaan suap jual-beli jabatan terkait rotasi sejumlah jabatan di Pemkab Klaten. Selain Sri, KPK menetapkan Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Klaten, Suramlan,‎ ‎sebagai tersangka.

Sri, bupati yang diusung PDIP, diduga menerima suap sekitar Rp 2 miliar lebih, US$ 5.700, dan 2.035 dolar Singapura dari para pihak yang "memesan" jabatan tertentu.

Sebagai penerima suap, Sri dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Sedangkan kepada Suramlan selaku terduga penyuap, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.