Liputan6.com, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga akhirnya ditahan karena terlibat kasus dugaan suap terkait judicial review UU 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dia menyatakan, penyuapnya bernama Basuki Hariman (BHR) tidak pernah berperkara di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Basuki bukan orang berperkara di MK, tidak ada kaitannya dengan perkara itu. Dia bukan pihak berperkara," kata Patrialis Akbar sebelum masuk mobil tahanan, Jumat dini hari (27/1/2017).
Berulang kali Patrialis Akbar mengatakan tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari si penyuap. "Saya katakan sekali lagi, saya tidak pernah terima uang‎ satu rupiah pun dari orang yang namnya Basuki," langtang dia.
Advertisement
BHR disebut-sebut memiliki 20 perusahaan di bidang impor. BHR diduga sebagai tersangka pemberi suap uang ratusan ribu dolar kepada Patrialis Akbar, dalam perkara uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Uji materi UU 41 Tahun 2014 tersebut diajukan pada November 2015, yaitu Pasal 36C ayat 1 dan 3, 36D ayat 1 dan 36E ayat 1.
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basarian Pandjaitan sebelumnya mengatakan, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) bersama barang bukti sejumlah uang ribuan dolar Amerika Serikat dan Singapura.
Basaria mengatakan uang tersebut merupakan hadiah yang dijanjikan pemberi suap kepada Patrialis Akbar.
"PAK (Patrialis Akbar) menerima hadiah US$20 ribu dan 200 ribu dolar Singapura," ucap Basaria dalam konferensi pers yang digelar di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis 26 Januari 2017.
Basaria mengatakan, Patrialis Akbar menyanggupi untuk membantu agar uji materi kasus tersebut dikabulkan. Patrialis lantas ditangkap di Mal Grand Indonesia, Jakarta, pada Rabu 25 Januari 2017, sekitar pukul 21.30 WIB.