Liputan6.com, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar resmi berstatus tersangka. Status tersebut disandang usai Patrialis terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu malam kemarin.
Ketua MK Arief Hidayat telah meminta maaf atas kejadian tersebut dan memohon ampun kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bahkan, Arief telah melayangkan surat pemberhentian sementara Patrialis Akbar kepada Presiden Jokowi.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, Arief Hidayat tidak cukup hanya meminta maaf dan memohon ampun kepada Tuhan, terkait kasus Patrialis Akbar. Melainkan mundur dari jabatan sebagai Ketua MK.
Advertisement
"Ketua MK Arief Hidayat sebaiknya mundur dari jabatannya," kata Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia ICW, Emerson Yuntho dalam keterangan tertulisnya kepada Liputan6.com, Jumat (27/1/2017).
Setidaknya, ia menjelaskan, ada tiga alasan Arief Hidayat mundur dari jabatannya terkait kasus Patrialis Akbar. Pertama, ia menilai, Arief Hidayat gagal menjalankan fungsi pengawasan internal MK, terlebih lagi hakim MK.
"Padahal jumlah Hakim MK hanya sedikit, sembilan orang termasuk Arief," ungkap Emerson.
Kedua, ia menilai, Arief Hidayat, gagal menempatkan MK sebagai penjaga konstitusi. Bahkan sebagai pendukung agenda antikorupsi. "Sedikitnya lima putusan MK di era Arief tidak pro pemberantasan korupsi," ujar dia.
Ketiga, ia menganggap, Arief Hidayat dagal menjaga kewibawaan dan kredibilitas MK. "Sudah dua Hakim MK yang bermasalah soal etika (Patrialis dan sebelumnya Ketua MK dalam skandal Memo Katabele," tandas Emerson.
Patrialis Akbar Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar sebagai tersangka suap uji materi Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di MK.
Patrialis ditetapkan menjadi tersangka setelah sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada Rabu, 25 Januari 2017."Setelah melakukan pemeriksaan kami menetapkan PAK (Patrialis Akbar) sebagai tersangka," ujar pimpinan KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (26/1/2017).
Basaria mengatakan kasus tersebut terkait dugaan suap dalam uji materi UU Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di MK. Patrialis Akbar diduga menjanjikan permohonan uji materi dapat dikabulkan.
"Disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 uu nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah uu nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Basaria.
Basaria mengungkapkan OTT dilakukan dalam rentang pukul 10-00 hingga 21.00 malam. Dari penangkapan di tiga lokasi berbeda di Jakarta tersebut, KPK mengamankan 11 orang.
"PAK, hakim MK, BHR, pihak swasta yang memberikan suap bersama sekretaris MJF, karyawan BHR, KM, swasta yang menjadi perantara dari pihak swasta BHR kepada PAK. Yang bersangkutan teman PAK dan tujuh orang lainnnya," ujar Basaria.