Sukses

MK: Draf Putusan Itu Bersifat Rahasia

Atas penangkapan Patrialis Akbar, para hakim Mahkamah Konstitusi menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH).

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menanggapi penangkapan Patrialis Akbar oleh KPK pada Rabu malam, 25 Januari 2017. Patrialis disangka terlibat dalam kasus suap terkait uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengungkapkan, draf atau putusan perkara yang ditangani di MK tidak boleh diketahui oleh siapa pun. Draf itu bersifat rahasia.

"Karena draf tidak boleh diketahui siapa pun sebelum diucapkan di sidang pleno," kata Fajar Laksono di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2017).

Meskipun draf perkara putusan MK boleh dibawa pulang, kata Fajar, kerahasiaan harus tetap terjaga.

"Seharusnya saat dibawa pulang draf tersebut mestinya dikoreksi. Tetapi kalau dimanfaatkan untuk hal lain itu tergantung masing-masing hakim," ujar dia.

Atas penangkapan Patrialis Akbar oleh KPK, Fajar mengatakan para hakim Mahkamah Konstitusi menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH). Pertemuan digelar untuk menentukan langkah yang harus diambil.

"Karena pernyataan KPK tentang barang bukti draf, tadi malam hingga pagi para hakim menggelar rapat untuk menyikapi hal itu. Kita akan siapkan langkah-langkah hukum ke depan," ucap Fajar.

Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) bersama barang bukti sejumlah uang ribuan dolar Amerika Serikat dan Singapura. Patrialis ditangkap di Mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada Rabu malam, 25 Januari 2017, sekitar pukul 21.30 WIB.

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, uang tersebut merupakan hadiah yang dijanjikan pemberi suap kepada Patrialis Akbar.

"PAK (Patrialis Akbar) menerima hadiah US$ 20 ribu dan 200 ribu dolar Singapura," kata Basaria dalam konferensi pers yang digelar di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis 26 Januari 2017.

Patrialis Akbar dan KM diduga penerima disangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Patrialis Akbar diduga menerima suap US$ 20 ribu dan 200 ribu dolar Singapura.

Video Terkini