Liputan6.com, Jakarta - Mantan pegawai Kemenkeu (Kementerian Keuangan) berinisial TUAB diduga bergabung dengan kelompok radikal ISIS. Hanya saja, niatnya itu gagal karena otoritas Turki mengetahui hal itu dan mendeportasi TUAB bersama 4 WNI lainnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) menjelaskan, memang sulit melacak seseorang terlibat atau bergabung dalam kelompok radikal atau tidak. Sebab, cara pandang dan berpikir tidak semudah memiriksa identitas seseorang.
"Memeriksa pikiran kamu gimana caranya. Sama juga pemerintah bisa mengecek KTP-nya atau prestasinya pegawai, tapi pikirannya kita tidak bisa duga. Jadi terserah masing-masing, tapi nanti risiko kan ada juga," kata JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (27/1/2017).
Advertisement
Pola perekrutan anggota ISIS memang terus berkembang. Kini mereka bergerak dengan mendatangi kegiatan keagaman di kampus-kampus. Dengan begitu, para calon korbannya bukan lagi orang-orang biasa, melainkan para kaum intelektual atau yang berpendidikan tinggi.
JK juga cukup dipusingkan dengan banyaknya masjid di kantor pemerintah karena maraknya ceramah yang sangat keras. Karena masjid justru dikelola oleh pengawai kelas bawah. Menentukan penceramah pun hanya berdasarkan orang yang dikenal.
"Jadi kita anjurkan masjid ini dikelola betul-betul oleh pejabat, atau pegawai memahami masalahnya," lanjut dia.
Untuk menanggulangi permasalahan itu, JK tengah membuat aplikasi khusus untuk masjid. Melalui Dewan Masjid Indonesia (DMI), ia menambahkan, seluruh masjid akan terhubungan dengan aplikasi ini, termasuk para ulama se-Indonesia.
"Dewan masjid lagi membuat suatu aplikasi untuk menghubungkan antara masjid dan ulama atau ustaz yang katakanlah terdaftar," pungkas JK.
Mantan pegawai Kemenkeu berinisial TUAB diduga akan bergabung dengan kelompok teror ISIS. Namun, upaya TUAB itu tercium pihak otoritasi Turki, hingga akhirnya, ia bersama empat WNI lainnya dideportasi.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul mengungkapkan pihaknya masih mendalami informasi itu. Dia mengatakan, TUAB merupakan sosok yang berpendidikan tinggi.
"Ini yang masih kita dalami apakah pejabat Kemenkeu apakah lainnya (yang akan ikut ISIS itu). Tapi yang bersangkutan memang lulusan Univesitas Adelaide di Australia," kata Martinus di kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2017).
Menurut dia, mantan pegawai Kemenkeu itu bersama dengan empat orang lainnya masih diinterogasi oleh penyidik Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. Pada pemeriksaan awal, diketahui mereka berlima berangkat ke Turki pada 15 Agustus 2016.