Liputan6.com, Yogyakarta - Kasus kekerasan di lingkungan kampus hingga berujung kematian kembali terulang. Diklat Tingkat Dasar Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Islam Indonesia (UII) atau Diksar Mapala UII berujung maut.
Tiga peserta meninggal dunia dalam acara yang berlangsung 13-20 Januari di lereng Gunung Lawu, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah. Diksar diikuti 37 peserta terdiri dari 34 laki-laki dan tiga perempuan.
Tiga mahasiswa yang nyawanya tak tertolong itu adalah Mohammad Fadli (19 tahun, Jurusan Teknik Elektro), Syaits Asyam (19 tahun, Jurusan jurusan Teknik Industri), dan Ilham Nur Padmi (20 tahun, jurusan Hukum Internasional).
Advertisement
Ketiganya meninggal dalam waktu berdekatan usai diksar. Fadli mengembuskan napas terakhirnya di perjalanan menuju RSUD Karanganyar pada hari terakhir diksar, Jumat 20 Januari 2017. Sedangkan, Syaits Asyam meninggal sehari setelahnya, yakni Sabtu 21 Januari. Esoknya, satu lagi peserta diksar yang menemui ajal, Ilham Nur Padmi.
Polisi pun bergerak cepat mengusut diksar bertajuk The Great Camping (TGC) ini. Ada dugaan tiga mahasiswa tersebut meninggal karena kekerasan. Kapolres Karanganyar AKBP Ade Safri Simanjuntak mengatakan, pihaknya masih menyelidiki penggunaan alat berupa tali perusik atau rotan, yang digunakan untuk mencambuk para korban yang meninggal dalam diksar tersebut.
Selain dari kepolisian, pihak kampus UII pun ikut bertindak cepat. Tim internal kampus dibentuk untuk menginvestigasi. Tim ini terdiri dari unsur pimpinan UII, bidang kemahasiswaan, bidang medis forensik, dan bidang hukum.
"Tim ini akan menelusuri serta mencari fakta dan informasi yang lengkap terkait wafatnya almarhum Muhammad Fadhli dan almarhum Syaits Asyam. Sementara, 35 peserta yang telah mengikuti kegiatan TGC telah melakukan pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit JIH pada Sabtu, 21 Januari 2017, atas inisiatif pihak UII sebagai komitmen untuk memastikan kesehatan seluruh peserta," ujar Harsoyo, Minggu 22 Januari 2017.
Harsoyo mengatakan, TGC memang dilaksanakan setiap tahun. Kegiatan ini dilaksanakan dengan sepengetahuan pihak universitas dan dijalankan sesuai prosedur formal yang berlaku di internal UII. Di mana, ada proposal ke pihak universitas, dan juga ada penanggung jawab dari pihak panitia, ada susunan panitia dan jadwal acara.
Selain itu, menurut Harsoyo, ada pula surat izin orangtua peserta, ada validasi kesiapan peserta dari sisi kesehatan. Sebab, peserta wajib melakukan tes kesehatan dan surat keterangan sehat dari dokter.
"Sebelum pelaksanaan setiap tahap kegiatan TGC ada pemeriksaan tim medis bekerja sama dengan tim medis UNS (Universitas Negeri Surakarta)," tutur Rektor UII.
Harsoyo menegaskan, UII berkomitmen untuk bekerja sama dengan semua pihak demi mengungkap kebenaran atas meninggalnya kedua mahasiswa tersebut. UII juga akan menindak tegas siapa pun yang terlibat. Terutama, bila terbukti terjadi penyimpangan prosedur saat pelaksanaan TGC.
"Apabila terbukti terjadi penyimpangan, maka seluruh kegiatan (termasuk pendidikan dasar seperti TGC) akan dibekukan sampai ada komitmen untuk perbaikan mekanisme pelaksanaan kegiatan sesuai dengan prosedur dan kembali sesuai dengan tujuan awal," ujar Harsoyo.
Langsung Dibekukan
Selain investigasi internal, pihak rektorat juga langsung membekukan sementara semua kegiatan Mapala dan kegiatan yang bersifat luar lapangan lainnya.
Rektor UII Harsoyo mengatakan, pembekuan diambil untuk mencegah kasus serupa terulang. Pembekuan sementara itu berlaku hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Dengan begitu semua kegiatan mahasiswa akan difokuskan di kampus saja.
"Hanya Mapala saja yang dibekukan, tapi kalau UKM lainnya hanya kegiatan outdoor saja dibekukan," kata Harsoyo saat jumpa pers di ruang rapat Rektorat lantai 4, Selasa 24 Januari 2017.
Harsoyo juga mengatakan UII akan mengevaluasi kegiatan kemahasiswaan yang ada di UII secara menyeluruh. Evaluasi ini dilakukan sebagai bentuk perbaikan kegiatan mahasiswa ke depannya yang mengacu pada prinsip antikekerasan.
Menurut Harsoyo, dari puluhan kali kegiatan Mapala berlangsung, baru kali ini sampai menewaskan mahasiswa.
"Mapala UII sudah berdiri sejak 1974. TGC sudah diadakan sebanyak 37 kali. Tiga puluh enam penyelenggaraan tidak pernah ada masalah. Baru kali ini sampai ada korban," tutur dia.
Harsoyo menambahkan, ada dua materi yang diberikan panitia saat kegiataan diksar berlangsung. Materi kelas dan materi lapangan diberikan kepada 37 peserta yang isinya meliputi mountainering, survival, dan sosio pedesaan.
"Materinya sama dengan yang dilakukan oleh Mapala lainnya. Makanya kami izinkan. Selama ini juga tidak pernah ada permasalahan," ucap Harsoyo.
Patah Tulang Sekujur Tubuh
Tiga mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) yang meninggal usai mengikuti diksar Mapala di Gunung Lawu, Tawangmangu, Karanganyar, diduga disiksa terlebih dulu. Korban diduga dicambuk dengan rotan.
Kapolres Karanganyar AKBP Ade Safri Simanjuntak mengatakan pihaknya masih menyelidiki penggunaan alat berupa tali perusik atau rotan yang digunakan untuk mencambuk para korban yang tewas dalam diksar tersebut.
"Alat yang digunakan untuk mencambuk, kata saksi (peserta), tali perusik‎. Dampak cabukan itu menyebabkan para korban dan peserta diksar mengalami luka di sekujur tubuh," kata Ade, Rabu, 25 Januari 2017.
Ade mengungkapkan informasi terkait luka yang diderita para peserta diksar Mapala UII diperolehnya dari wawancara tim khusus Polres Karanganyar pada pihak rumah sakit.
"Berdasarkan keterangan dari RSUP Sardjito dan RS Bethesda, para korban mengalami luka hampir di seluruh tubuh, mulai dari kepala, badan, tangan hingga kaki," ujar dia.
Tim khusus Polres Karanganyar sudah melayangkan surat permintaan visum et repertum (VER) luka, VER mayat, serta autopsi kepada tiga rumah sakit, yakni RSUD Karanganyar, RSUP Sardjito, dan RS Bethesda.
"Kita masih menunggu hasilnya dari ketiga rumah sakit. Nanti jika sudah ada datanya kita cocokkan dengan hasil pemeriksaan para saksi dan hasil olah TKP di lokasi diksar," tutur Ade.
Advertisement
Rektor Letakkan Jabatan
Meninggalnya tiga mahasiswa saat mengikuti Diksar Mapala UII di lereng Gunung Lawu, membuat jajaran kampus itu shock. Rektor UII Harsoyo memutuskan mundur dari jabatannya.
Hal ini diungkapkan Harsoyo usai rapat dengan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir, pihak yayasan, dan Kopertis Wilayah V.
Harsoyo mengatakan, Mapala UII sudah berumur 42 tahun, tapi baru kali ini terjadi aksi kekerasan hingga menewaskan mahasiswa.
Menurut dia, alasan utama yang membuatnya mengambil keputusan mundur adalah karena sudah ada hilangnya nyawa. Dengan demikian, ini adalah bentuk pertanggungjawaban moral dirinya.
"Kami seluruh civitas akademica shock dengan kejadian ini. Karena kejadian fatal belum pernah terjadi, yaitu meninggal. Sebagai tanggung jawab moral menjadi pimpinan yaitu Rektor bukan Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, tapi tanggung jawab penuh rektor," ucap Harsoyo di Yogyakarta, Kamis 26 Januari 2017.
"Kami sudah konsultasi dengan yayasan. Kami sudah mengatakan di depan Bapak Menteri (Mohamad Nasir), saya mengundurkan diri dari Rektor UII sebagai tanggung jawab moral," ia menambahkan.
Harsoyo menegaskan, kesalahan ini bukan pada anak buah, melainkan ada pada pemimpin. Dengan demikian, ia mengambil tanggung jawab itu sebagai pemimpin. Namun, masih ada beberapa hal yang masih akan ditanganinya dalam kasus ini.
"Proses administrasi harus dilakukan. Kalau hanya pergi, saya tidak tanggung jawab, maka ada beberapa yang masih saya tangani. Bukan tidak ingin pergi, tapi pertanggungjawaban moral harus saya selesaikan," ujar dia.
Harsoyo pun meminta maaf kepada dunia pendidikan karena ada kasus kekerasan yang terjadi di dalam dunia pendidikan Indonesia. Sebab, kasus ini tidak boleh terjadi lagi, baik verbal dan fisik dalam pendidikan.
"Tidak ada yang mengharapkan ini. Saya mohon maaf sekali lagi kepada mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan," Harsoyo memungkasi.
Tidak hanya Rektor UII Harsoyo, Wakil Rektor III UII Abdul Jamil juga turut mengundurkan diri.
Pernyataan resmi pengunduran diri wakil rektor III ini dinyatakan saat pertemuan forum konsolidasi mahasiswa di kampus Pascasarjana Hukum UII pada malam harinya.
Abdul Jamil mengakui kabar tersebut. Ia menyatakan secara sadar meletakkan jabatannya setelah beberapa jam pimpinannya juga menyatakan hal serupa. "Ya, benar (mengundurkan diri)," ujar dia saat dihubungi Kamis malam, 26 Januari 2017.
Abdul Jamil mengaku harus mengambil keputusan tersebut karena ikut bertanggung jawab atas meninggalnya tiga mahasiswa peserta Diksar Mapala UII. Meski secara struktural Mapala UII tidak berada di bawahnya, jabatannnya sebagai wakil rektor menaungi urusan kemahasiswaan.
"Saya bertanggung jawab atas kegiatan mahasiswa, meskipun itu dalam struktur Mapala tidak ada dalam komando saya," kata dia.
Menurut dia, pernyataan mundur dirinya sudah dinyatakan sebelum acara forum konsolidasi mahasiswa. Sebelum acara itu, keputusan mundur dirinya dilakukan saat di forum universitas.
"Sebenarnya pernyataan mundur bukan di forum itu, tetapi di forum pimpinan universitas setelah mendengarkan Rektor UII mundur. Di forum, anak-anak tadi itu menjawab pertanyaan anak-anak, apakah saya juga mundur, saya jawab ya," ujar dia.
Jokowi Mengutuk
Kekerasan berujung meninggalnya tiga mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta turut mengundang keprihatinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Dia mengutuk aksi kekerasan tersebut. Jokowi menegaskan tidak boleh lagi ada kekerasan apapun alasannya, apalagi di dunia pendidikan.
"Di manapun yang namanya pendidikan dasar itu latihan yang terukur, bukan kekerasan, apalagi sampai menyebabkan kematian. Itu sudah masuk ke kriminal," tegas Jokowi di Kulon Progo, Yogyakarta, Jumat 27 Januari 2017.
Jokowi menegaskan, kekerasan semacam ini tidak boleh terjadi lagi di lingkungan perguruan tinggi. Terlebih, kekerasan dilakukan dengan kedok latihan atau satu kegiatan tertentu.
"Di perguruan tinggi dan institut manapun tidak boleh yang namanya pelatihan dengan kekerasan seperti itu," tegas dia.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir meminta kegiatan kampus yang mengandung unsur kekerasan ditindak secara hukum.
"Kami sudah keluarkan regulasi tidak boleh ada kekerasan dalam kegiatan kemahasiswaan baik intra maupun ekstra kokurikuler. Apalagi, yang mengandung kekerasan di dalam kampus, maka kami larang," kata Nasir usai rapat kerja dengan Komisi X DPR di Jakarta, Rabu, 25 Januari 2017.
Ia mengatakan, pihaknya telah meminta koordinator perguruan tinggi swasta di wilayah Yogyakarta untuk menelusuri kasus kekerasan yang menyebabkan kematian terhadap tiga mahasiswa (UII) itu.
"Kalau terbukti ada unsur kekerasan, maka sanksi hukum harus jalan karena regulasinya jelas," kata Nasir seperti dilansir dari Antara.
Kemristekdikti telah menerbitkan aturan yang melarang tidak ada kekerasan di dalam kampus, khususnya dalam penerimaan mahasiswa baru.
"Kalau terjadi kekerasan, ya, dipidana, saya serahkan ke yang berwajib. Untuk mahasiswa yang melakukannya, bisa diskorsing satu semester, satu tahun, atau bahkan dikeluarkan," kata mantan Rektor Universitas Diponegoro Semarang itu.
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menilai kasus ini murni sebagai tindakan kriminal. Ia pun melarang segala bentuk penganiayaan berkedok pelatihan pada kegiatan kemahasiswaan.
"Harus dicegah betul, harus ada pemantauan secara berlapis sehingga tidak terjadi lagi kasus seperti," kata Muhadjir di PTIK, Jakarta, Rabu 25 Januari 2017.
Budaya ini seperti sudah mengakar sejak masih duduk di bangku sekolah. Praktik masa orientasi siswa yang menyimpang diduga menjadi awal rentetan aksi perpeloncoan terus berlanjut hingga ke kampus.
Karena itu, Muhadjir ingin menghapus masa orientasi siswa. Dengan harapan, tidak ada lagi praktik perpeloncoan di sekolah.
"Dan sekarang juga mulai dihidupkan kembali peran komite sekolah untul mengontrol termasuk seluruh aktivitas siswa," imbuh Muhadjir.
Advertisement