Liputan6.com, Jakarta - Bupati Klaten, Sri Hartini mengajukan permohonan untuk menjadi justice collaborator (JC) atau pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum untuk membongkar ‎skandal jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten, Jawa Tengah.
‎"Bupati Klaten SHT baru saja mengajukan diri sebagai JC. Kami akan pertimbangkan hal tersebut," ‎ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis (2/2/2017).
‎
Permintaan Sri Hartini masih dipikirkan oleh penyidik KPK. Dalam hal ini, Sri Hartini harus terlebih dahulu mengakui perbuatannya.
‎
‎"Kemudian bersedia membuka informasi seluas-luasnya. Kami akan pertimbangkan, tapi yang pasti posisi JC akan menguntungkan tersangka dan proses hukumnya. Selain itu, diupayakan mendapat keringanan tuntutan. Meski nanti dilihat lagi oleh majelis hakim," kata Febri.
Baca Juga
Dalam perkara jual beli jabatan di Klaten ini, KPK menduga memang banyak pihak yang bermain. ‎Namun, sampai saat ini KPK baru menjerat dua orang tersangka.
Advertisement
KPK menetapkan Bupati Klaten Sri Hartini sebagai tersangka kasus dugaan suap jual-beli jabatan terkait rotasi sejumlah jabatan di Pemkab Klaten. Selain Sri, KPK menetapkan Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Klaten, Suramlan,‎ ‎sebagai tersangka.
Sri, bupati yang diusung PDIP ini, diduga menerima suap sekitar Rp 2 miliar lebih, US$ 5.700, dan 2.035 dolar Singapura dari para pihak yang "memesan" jabatan tertentu.
Sebagai penerima suap, Sri dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sedangkan, kepada Suramlan selaku terduga penyuap Bupati Klaten Sri Hartini, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.