Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendampingi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk bertemu dengan Hakim MK Patrialis Akbar. Pertemuan tersebut merupakan permintaan dari Majelis Kehormatan MK.
"Yang ketemu bukan kita. Jadi yang ketemu penyidik. Penyidik mendampingi Majelis Kehormatan MK, dalam rangka menindaklanjuti, kan ada kejadian (OTT Patrialis)," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di kantor KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (2/2/2017).
Baca Juga
Dijaga Ketat, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan Gelar Persidangan Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol
Infografis Paslon RK-Suswono dan Dharma-Kun Tak Ajukan Gugatan Hasil Pilkada Jakarta 2024 ke MK dan Hasil Rekapitulasi Suara
Ridwan Kamil Batal Gugat Pilkada Jakarta ke MK, Golkar: Kita Kedepankan Budaya Jawa
Kedatangan Majelis Kehormatan MK di KPK guna mencari informasi lebih jauh terkait kasus dugaan suap uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi.
Advertisement
Majelis Kehormatan berencana memberikan sanksi kepada Patrialis Akbar karena terlilit perkara suap. "Tapi dalam waktu yang bersamaan, ada permintaan mundur dari Pak Patrialis," sambung Agus.
KPK pun menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Kehormatan MK terkait keputusan mundur Patrialis dari jabatan sebagai hakim di MK.
"Keputusan MK itu akan berpengaruh apakah nanti mundurnya itu terhormat atau secara tidak terhormat. Nanti majelis sendiri yang memutuskan," kata Agus.
Patrialis Akbar terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Grand Indonesia bersama seorang wanita. Patrialis diduga menerima suap terkait uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Selain itu, KPK juga ikut mengamankan Kamaludin (KM) yang diduga sebagai perantara suap.
Patrialis disangka menerima suap dari Basuki Hariman (BHR) dan NG Fenny (NGF). Basuki merupakan ‎bos pemilik 20 perusahaan impor daging, sedangkan NG Fenny adalah sekretarisnya.
Oleh Basuki, Patrialis Akbar dijanjikan uang sebesar USD 20 ribu dan SGD 200 ribu. Diduga uang USD 20 ribu dan SGD 200 ribu itu sudah penerimaan ketiga.
Sebagai penerima suap, Patrialis Akbar dan Kamaludin dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Basuki dan NG Fenny sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Paasal 13 UU No 31 tahun 1999 diubah dengan UU No 20 tahun ‎2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.