Liputan6.com, Jakarta - Tak hanya pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp 200 juta, jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Joko Hermawan juga menuntut hak politik I Putu Sudiartana dicabut.
Alasannya, Putu dinilai bersalah dan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca Juga
"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun setelah terdakwa menjalani pidana pokok," ujar Joko Hermawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/2/2017).
Advertisement
Dia juga menuntut Putu membayar uang pengganti Rp 300 juta, atau jika tidak dibayar dalam masa satu bulan setelah putusan, maka harta yang bersangkutan bisa dilelang.
Tuntutan tersebut dilayangkan karena JPU menilai Putu tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi dan terbukti menerima suap Rp 500 juta dari Yogan Askan melalui Noviyanti.
Politikus Demokrat itu juga menerima gratifikasi senilai Rp 2,1 miliar dan 40 ribu dolar Singapura saat ditangkap KPK.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pemulusan rencana 12 proyek ruas jalan di Sumatera Barat agar dibiayai lewat APBN-Perubahan 2016.
Kelimanya yakni mantan anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat I Putu Sudiartana, Noviyanti selaku staf Putu di Komisi III, Suhemi yang diduga perantara, seorang pengusaha bernama Yogan Askan, serta Kepala Dinas Prasarana Jalan dan Tata Ruang dan Permukiman Sumbar, Suprapto.
Oleh KPK, Putu Sudiartana, Noviyanti, dan Suhemi selaku penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sedangkan Yogan dan Suprapto selaku pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.