Liputan6.com, Jakarta - Sebelum matahari tenggelam, jagad maya tiba-tiba ramai dengan cuitan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, Senin 6 Februari 2017. Sore itu, Presiden ke-6 RI tersebut kembali mencurahkan perasaannya di Twitter. Kali ini, dia mengeluhkan adanya demonstrasi di kediamannya, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Dia merasa terancam dengan kedatangan sekelompok orang itu. Dia menyebut keselamatannya terancam.
Pernyataan tersebut disampaikan SBY melalui akun Twitternya, @SBYudhoyono pukul 15.05 WIB, Senin.
Advertisement
"Saudara-saudaraku yg mencintai hukum & keadilan, saat ini rumah saya di Kuningan "digrudug" ratusan orang. Mereka berteriak-teriak. *SBY*," cuit SBY.
Demonstrasi sangat wajar di negara yang menjunjung tinggi demokrasi ini. Lalu, mengapa SBY merasa terancam?
Pada cuitannya tersebut, SBY mengaku tidak ada pemberitahuan dari pihak keamanan soal demonstrasi tersebut.
"Kecuali negara sudah berubah, Undang-Undang tak bolehkan unjuk rasa di rumah pribadi. Polisi juga tidak memberitahu saya. *SBY*," kata SBY.
Ketua Umum Partai Demokrat itu juga menyayangkan adanya upaya provokasi terhadap sejumlah elemen mahasiswa untuk menangkapnya.
"Kemarin yg saya dengar, di Kompleks Pramuka Cibubur ada provokasi & agitasi thd mahasiswa utk "Tangkap SBY". *SBY*," kata SBY.
Protes ke Jokowi
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY kembali mencurahkan perasaannya di Twitter. Ia mengeluhkan adanya demonstrasi di kediamannya, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Dalam salah satu kicauannya, SBY melontarkan pertanyaan untuk Presiden Jokowi dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.
"Saya bertanya kpd Bapak Presiden & Kapolri, apakah saya tidak memiliki hak utk tinggal di negeri sendiri, dgn hak asasi yg saya miliki? *SBY*," tulis SBY dalam akun Twitter-nya, @SBYudhoyono, Senin (6/2/2017).
Sebagai warga negara, SBY mengaku ingin meminta keadilan. "Saya hanya meminta keadilan. Soal keselamatan jiwa saya, sepenuhnya saya serahkan kpd Allah Swt. *SBY*," tulis SBY.
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Iwan Kurniawan membenarkan adanya demonstrasi di rumah Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. Unjuk rasa terjadi di kediaman SBY di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
"Benar, tapi sekarang kondisi normal, sudah dibubarkan paksa," ujar Iwan saat dikonfirmasi, Jakarta, Senin (6/2/2017).
Iwan menuturkan, ada sekitar 300 orang yang berunjuk rasa di rumah Ketua Umum Partai Demokrat itu. Namun pihaknya tak mengetahui secara pasti apa tuntutan para demonstran tersebut terhadap SBY.
Polisi mengaku tidak mengantongi surat pemberitahuan aksi dari kelompok massa. Saat ini, polisi tengah mencari siapa dalang di balik pengerahan massa di rumah SBY itu.
"Saya enggak tahu mereka, pokoknya enggak boleh demo di kediaman. Sekarang kami selidiki siapa itu dan siapa di balik massa itu," tandas Iwan.
Menko Polhukam Wiranto sudah enggan mengomentari berbagai kicauan SBY di akun Twitter pribadinya itu.
"Haduh, sudah tiga hari itu terus. Ya biasa bolak-balik mencuit kan," ujar Wiranto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/2/2017).
Wiranto memilih terus berjalan dari Kantor Presiden menuju pagar Istana. Saat dijelaskan cuitan terbaru SBY soal massa yang menggeruduk rumahnya, Wiranto menyarankan SBY menghubungi polisi.
"Lapor polisi saja. Polisi yang tanganin. Polisi saja. Pengamanan-pengamanan itu kan polisi," sahut dia.
Wiranto memastikan pengamanan Paspampres masih melekat pada diri Ketua Umum Partai Demokrat itu. Karena itu, lebih baik segera lapor polisi.
"Grupnya ada, orangnya ada. Kadang hal-hal yang situasional diatasi. Gitu aja kan. Semuanya kan bisa berjalan sesuai dengan rel, ya. Penyimpangan diatasi, ada kelalian diselesaikan, gitu saja," pungkas Wiranto.
Advertisement
Reaksi Demokrat hingga Istana
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY mengunggah pernyataan melalui akun Twitter mengenai kondisi kediamannya di Kuningan, Jakarta Selatan yang dihampiri massa. Hal ini menuai reaksi dari sejumlah pihak, salah satunya dari Partai Demokrat.
Juru Bicara DPP Partai Demokrat Rachland Nashidik menduga ada aktor politik yang sengaja memanfaatkan para mahasiswa untuk menggeruduk kediaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Untuk itu, pihaknya mengecam segala macam tindakan politik yang berkaitan dengan aksi tersebut.
"Jadi hati-hati ada kekuatan politik tertentu yang masih harus kita cari, yang memanipulasi adik-adik mahasiswa tadi untuk terlibat dalam suatu konspirasi politik tertentu. Itu harus dicegah," tutur Rachland di sekitar kediaman SBY, Jalan Mega Kuningan Timur VII, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (6/2/2017).
Menurut dia, ada pihak lain yang mencoba memanfaatkan rombongan mahasiswa gabungan yang sebelumnya mengikuti acara Jambore di Cibubur, Jakarta Timur, untuk melakukan demonstrasi di depan rumah Presiden ke-6 RI itu.
"Sekali lagi tadi saya bertanya, mengetahui, dan mendapatkan informasi dari teman-teman yang di lapangan, bahwa sebagian besar mahasiswa tadi justru tidak tahu demonya dibawa ke sini," jelas dia.
Rachland menyampaikan, memang pada dasarnya aksi unjuk rasa merupakan hak demokrasi yang dimiliki oleh setiap warga negara. Hanya saja, harus sesuai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku.
"Perlu diingatkan bahwa tidak boleh oleh undang-undang, dilarang (unjuk rasa) dilakukan di depan kediaman seseorang, apalagi yang dilindungi negara," ujar Rachland.
Dia mengatakan pihaknya tak mau terburu-buru menyimpulkan akar permasalahan itu. Rachland menyerahkan pengusutan peristiwa penggerudukan rumah SBY tersebut sepenuhnya kepada kepolisian.
"Saya enggak tahu (terkait Pilkada). Itu yang harus dijawab oleh aparat hukum," Rachland menandaskan.
Sementara itu, beberapa pihak menilai, massa tersebut dikerahkan pihak Istana.
Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki membantah tudingan tersebut. Dia menegaskan, pihak Istana tidak mengerahkan massa ke rumah SBY.
"Enggak ada," ujar Teten di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/2/2017).
SBY melalui cuitan di Twitter menyebut ada provokasi terhadap mahasiswa di Kompleks Pramuka, Cibubur, Jakarta Timur, untuk membuat gerakan 'Tangkap SBY'. Tudingan ini juga dibantah Teten.
Teten menjelaskan, dirinya hadir dalam dialog bersama mahasiswa itu. Di hadapan 2.500 mahasiswa yang hadir, dirinya menyampaikan capaian pemerintah selama dua tahun belakangan. Tidak ada gerakan yang mendorong aksi khusus kepada SBY.
Selama diskusi, lanjut dia, memang ada beberapa pertanyaan soal dana desa, pemberantasan korupsi, NKRI, dan keberagaman yang sekarang mulai dirasa begitu mengkhawatirkan.
Teten malah memberikan tantangan kepada para mahasiswa, untuk terus berperan dalam pembangunan, baik pengawasan dana desa atau dengan berbagai inovasi yang diciptakan.
"Tidak ada provokasi-provokasi. Itu kan terbuka, pertemuan mahasiswanya seribu lebih. Siapa yang berani memprovokasi di depan umum segede gitu? Kan pidana," Teten menegaskan terkait curhatan SBY.