Liputan6.com, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat berharap, Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera menyeleksi dan menentukan pengganti Patrialis Akbar.
"Saya sampaikan ke Presiden agar berkenan menyeleksi sebaik-baiknya tapi juga secepat-cepatnya," kata Arief di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Baca Juga
Arief menyebut, Presiden sangat menyadari kebutuhan MK saat ini. Di awal Maret, MK diprediksi akan menghadapi banyak perkara pilkada. Penyelesaian perkara akan menjadi beban bila hakim belum lengkap.
Advertisement
"Kalau tidak segera diisi maka tinggal 8 hakim dan akan membebani," imbuh Arief.
Untuk calon pengganti Patrialis, Arief menyerahkan kepada tim seleksi.
"Saya cita-cita hanya guru besar, tambahan jadi dekan, sekarang Ketua Mahkamah, ya sudah selesai saya," ucap Arief.
Kemudian, kata dia, hakim MK juga harus pandai menutup diri. Hakim harus menyeleksi betul siapa saja yang diajak berkomunikasi. Bila tidak jelas dari mana sumbernya lebih baik tidak meneruskan.
"Yang aneh-aneh telepon tidak usah diterima, itu namanya berhati-hati. Ya mohon doa restu MK jadi baik. Iya supaya kita menjadi full team lagi," pungkas Arief.
Patrialis Akbar adalah hakim MK yang terjerat kasus suap. Patrialis Akbar sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Grand Indonesia bersama seorang wanita. Dia diduga menerima suap uji materi Undang-Undang No 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Selain itu, KPK juga ikut mengamankan Kamaludin (KM) yang diduga sebagai perantara suap.
Patrialis disangka menerima suap dari Basuki Hariman dan NG Fenny (NGF). Basuki merupakan ‎bos pemilik 20 perusahaan impor daging, sedangkan NG Fenny adalah sekretarisnya.
Oleh Basuki, Patrialis Akbar dijanjikan uang sebesar US$ 20 ribu dan SGD 200 ribu. Diduga uang tersebut merupakan penerimaan ketiga. Sebelumnya sudah ada suap pertama dan kedua.
Sebagai penerima suap, Patrialis Akbar dan Kamaludin dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Basuki dan NG Fenny sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999, diubah dengan UU No 20 Tahun ‎2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.