Liputan6.com, Jakarta - Mahyuni, dosen dari Universitas Mataram, NTB, menjadi saksi ahli bahasa Indonesia yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Pada sidang ke-10 kasus dugaan penistaan agama itu, hakim menanyakan pandangan saksi terkait ucapan Ahok di Kepulauan Seribu.
"Kalau bicara topik (pidato Ahok), topiknya itu adalah ke arah kampanye," kata Mahyuni di Auditorium Kementan, Jakarta Selatan, Senin (13/2/2017).
Advertisement
Menurut Mahyuni, adanya indikasi kampanye terlihat dari jabatan, waktu, dan kepada siapa seseorang berbicara. "Ini sangat berkaitan dengan siapa dia berbicara. Kalau masyarakat biasa-biasa saja buat apa. Tapi ini ada kaitannya," kata Mahyuni.
Ia mengaku heran dengan sikap Ahok yang berpindah topik saat berpidato di Pulau Pramuka, 27 September 2016 lalu. Sebab, kata Mahyuni, pada ucapan pertama topik pembicaraan Ahok adalah soal sosialisasi budi daya ikan kerapu.
"Harusnya fokus kepada hubungan kerja saja, tidak usah terkait dengan yang lain. Saya mengganggap ini sudah keluar fokus," tutur Mahyuni.
Ia menjelaskan, setiap perkataan yang dikeluarkan manusia pasti ada maksud.
"Karena setiap orang tak mungkin tak punya maksud menyampaikan sesuatu. Mereka pasti sudah punya knowledge untuk apa yang diucapkan," ujar Mahyuni.
Selain itu, menurut Mahyuni, tidak ada perbedaan makna dalam perkataan Ahok di Pulau Seribu jika kalimat menggunakan kata "pakai" atau tidak.
Mahyuni menjelaskan, kata "pakai" yang ada dalam pidato Ahok merupakan kata pasif yang tidak mengubah makna kalimat jika ada atau tidak disertakan dalam kalimat.
"Tetap alat untuk membohongi itu adalah Surat Al Maidah, karena kalau bicara dibohongi, berarti ada alat yang digunakan untuk berbohong, ada yang dibohongi, ada yang berbohong. Kata bohong itu sendiri, sebelum melihat konteks (kalimat) sudah negatif," ujar Mahyuni.