Sukses

Food Technology President University akan Perkuat Industri Pangan

Ketua Program Studi Food Technology President University, Gan Tae Kong menegaskan pihaknya siap mendukung penguatan industri pangan nasional

Liputan6.com, Jakarta Sangat ironi jika Indonesia sebagai negara yang kaya hasil komoditas, saat ini dibanjiri oleh produk-produk olahan pangan impor. Padahal market yang sangat besar di dalam negeri dengan jumlah penduduk sebesar 250 juta atau No. 4 terbesar di dunia seharusnya mampu mendorong industri pangan nasional menjadi kuat.

President University kemudian terpanggil untuk mewujudkan industri pangan nasional yang berdaya saing tinggi, yang mampu membendung produk kran impor, bahkan bisa merajai pasar internasional.

Rektor President Universtiy, Dr. Jony Oktavian Haryanto pun menunjuk Gan Tae Kong, seorang lulusan S2 Teknik Industri di Jerman untuk membidani kelahiran Program Studi Food Technology President University. Gan Tae Kong juga mendapat dukungan dari Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI). 

“Ketua Umum GAPPMI, Adhi S Lukman maupun pendahulunya Thomas Darmawan siap membantu bahkan mendukung Food Technology President University melalui kerja sama program magang di perusahaan-perusahaan anggota GAPPMI,” ujar pria bermarga Gan yang lahir di Pekalongan.

Guru besar IPB, Prof. Dr. Ani Widjaya,  pernah menyampaikan kepada Gan Tae Kong, bahwa ada tiga Food Technology. Pertama yang berbasis scientific ala IPB yang risetnya dibiayai pemerintah. Kedua “prosesing base” yaitu tentang mesin-mesin yang bisa memproses produk pangan. Dan ketiga “industrial base” atau yang bersifat terapan atau agro-industry.

Dalam hal ini, Gan Tae Kong menjelaskan bahwa Food Technology President University memilih industrial base.

“Kami memilih yang industrial base, sehingga harus berkolaborasi dengan GAPMMI, atau bahkan kerja sama dengan asosiasi industri pangan terbesar di kawasan Asia Pasifik bahkan Eropa dan Amerika Serikat,"

Selain kerja sama program magang, Gan Tae Kong mengatakan bahwa profesional dari GAPMMI juga akan datang secara berkala memberikan kuliah kepada mahasiswa Food Technology President University.

"Mereka para praktisi profesional, juga akan memberikan input terkait perkembangan teknologi pangan yang up to date paling mutakhir agar kurikulum yang kami berikan disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan industri,” ungkap penulis buku Petunjuk Praktis Usaha Kecil di Industri Pangan.

Pilihan Food Technology President University lebih berbasis industri terapan, juga mempertimbangkan bahwa President University terletak di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang yang merupakan kawasan industri terbesar di Asia Tenggara, tempat berlokasinya 1700 perusahaan multinasional yang diantaranya 30% lebih adalah perusahaan industri makanan dan minuman.

“Di samping itu, kami juga merekrut dosen-dosen yang mumpuni yaitu minimum 3 bergelar doktor, dan lebih dari 5 bergelar magister. Untuk sementara Food Technology dengan 48 SKS akan terintegrasi dengan Teknik Industri, dan akan mulai membuka penerimaan mahasiswa di tahun ajaran 2017/2018,” ungkapnya.

Gan Tae Kong juga menjelaskan tujuan pembukaan Food Technology President University adalah untuk mencetak lulusan yang siap kerja di industri pangan dan juga siap menjadi wirausaha-wirausaha yang unggul di bidang industri pangan.

Di industri pangan ini bisa dimulai dari home industri seperti yang ada di Amerika Serikat, maupun di Indonesia sendiri. Dan pabrik-pabrik tersebut membutuhkan banyak sekali ahli-ahli terdidik yang mampu membuat pangan yang berkualitas, higienis dan ekonomis, itu semua bisa dijawab dengan teknologi pangan.

“Selama ini para pelaku industri pangan sudah melakukan inovasi dengan menciptakan produk-produk baru, namun mereka tidak konsisten dalam segi kualitasnya. Itu yang sering dikeluhkan oleh pelanggan baik di dalam maupun luar negeri,” ujar Gan Tae Kong.

Oleh karenanya, menurut Gan Tae Kong, keberadaan Food Technology akan menjadi jawaban karena memberikan pelajaran dari awal tentang Agro-Industry.

“Kami siap membantu para petani maupun peternak untuk menghasilkan komoditas yang berkualitas. Karena kualitas bahan baku sangat menentukan kualitas produk olahan pangan. Upaya ini juga bagian dari membangun jaringan supplier bahan baku ketika mereka kelak membangun industri pangan,” ungkap Gan Tae Kong yang berharap nantinya Indonesia tidak hanya mengekspor komoditas, tetapi lebih ke hasil olahannya. Ujungnya adalah akan memperkuat industri pangan sehingga membuka banyak lapangan kerja dan menaikkan reputasi Indonesia di mata internasional.

Untuk itulah, penekanan Food Technology juga pada bagaimana menciptakan varian-varian produk olahan makanan, misalnya dalam penemuan modified cassava flour (IMOCAF) atau tepung singkong yang sedang diteliti oleh Indofood untuk nantinya dijadikan bahan baku mie instan, sehingga harga mie bisa dikendalikan lagi. Jadi, melalui Food Technology akan dihasilkan produk pangan yang sangat kompetitif, yang akhirnya mampu membendung kran impor.

“Hal yang akan kami kuatkan adalah faktor Good Manufacturing Proses (GMP) dan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) sehingga akan menghasilkan produk pangan yang sustainable dalam hal kualitasnya,” tegasnya.

 

Powered By:

Jababeka