Sukses

Klaim Punya Kontribusi Besar di KPK, Patrialis Pasrah Diperiksa

Patrialis meminta agar publik memberi kesempatan KPK bekerja menyelidiki kasus ini, sehingga tidak ada opini negatif yang berkembang.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik KPK kembali memeriksa mantan hakim Konstitusi Patrialis Akbar terkait dugaan kasus uji materi perkara MK. Patrialis mengaku menyerahkan sepenuhnya penyelidikan terkait kasus yang membelitnya kepada KPK.

"Saya sangat menghormati KPK dalam melaksanakan tugasnya. Saya ikut mengolah bagaimana Undang-Undang KPK eksis di negara ini. Kelembagaan ini bisa berbuat dengan baik. Bahkan saya dua kali menjadi ketua Pansel pimpinan KPK. Jadi saya punya komitmen bagaimana KPK ini bisa berjalan dengan baik," ujar Patrialis usai diperiksa penyidik di Gedung KPK, Selasa (13/2/2017).

Dia pun meminta agar publik memberikan kesempatan ke KPK bekerja menyelidiki kasus ini, sehingga tidak ada opini negatif yang dapat menghancurkan orang lain.

"Jadi kasih kesempatan kpk untuk bekerja. Biarlah proses ini berjalan nanti tempatnya di pengadilan. Kita untuk bersama berjuang. Baik KPK berjuang di pengadilan, saya juga berjuang di pengadilan," ucap Patrialis.

Patrialis tiba di Gedung KPK pada pukul 09.26 WIB dan meninggalkan Gedung sekitar pukul 11.30 WIB. Dia memakai rompi tahanan serta menumpang mobil tahanan KPK.

Patrialis Akbar sebelumnya terjaring OTT di Grand Indonesia bersama seorang wanita. Dia di duga menerima suap uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan. Selain itu, KPK juga ikut mengamankan Kamaludin (KM) yang diduga sebagai perantara suap.

Patrialis disangka menerima suap dari Basuki Hariman dan NG Fenny (NGF).  Basuki merupakan bos pemilik 20 perusahaan impor daging, sedangkan NGF adalah sekertarisnya.

Basuki menjanjikan Patrialis Akbar uang sebesar US$ 20 ribu dan 5GD 200 ribu. Diduga uang tersebut merupakan penerimaan ketiga. Sebelumnya telah ada suap pertama dan kedua.

Sebagai penerima suap, Patrialis dan Kamaludin dijerat dengan Pasal 12 Huruf C atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2000 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Sementara Basuki dan NG Fenny sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.