Liputan6.com, Jakarta - Tak ada kejanggalan dalam proses uji materi Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang berujung pada suap ke salah satu hakim, Patrialis Akbar.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Saya tidak melihat kejanggalan," ujar Arief usai diperiksa penyidik KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (16/2/2017).
Dia menilai uji materi perkara tersebut sudah berjalan sesuai dengan aturan yang ada di MK.
Advertisement
"Tapi kalau di balik itu ada seorang hakim yang kemudian putusan sudah selesai, kemudian itu dibocorkan keluar atau disampaikan keluar, saya tidak tahu sama sekali," sambung Arief.
Meski memiliki jabatan tertinggi di MK, Arief mengaku tidak memiliki kewenangan untuk memerintah para hakim MK. Menurut dia, seluruh hakim MK sederajat, termasuk dirinya dan Patrialis Akbar.
"Saya itu hanya ditinggikan selangkah dan ditinggikan seranting, saya tidak bisa katakan hakim ini harus gini, hakim ini harus gini. Karena kedudukan kita sederajat," Arief memaparkan.
"Diawasi apapun, dijaga apapun, kalau hakim tidak benar, itu juga bisa terjadi masalah ini. Siapa pun ketuanya, siapa pun pengawasnya bisa terjadi kalau hakimnya masih bisa digoda," kata Arief.
Patrialis Akbar terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Grand Indonesia bersama seorang wanita. Patrialis diduga melakukan suap uji materi Undang-Undang No 41 tahu 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Selain itu, KPK juga ikut mengamankan Kamaludin (KM) yang diduga sebagai perantara suap.
Patrialis disangka menerima suap dari Basuki Hariman (BHR) dan NG Fenny (NGF). Basuki merupakan ‎bos pemilik 20 perusahaan impor daging, sedangkan NG Fenny adalah sekertarisnya.
Oleh Basuki, Patrialis Akbar dijanjikan uang sebesar USD 20 ribu dan SGD 200 ribu. Diduga uang USD 20 ribu dan SGD 200 ribu itu sudah penerimaan ketiga. Sebelumnya sudah ada suap pertama dan kedua.
Sebagai penerima suap, Patrialis Akbar dan Kamaludin dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Basuki dan NG Fenny sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Paasal 13 UU No 31 tahun 1999 diubah dengan UU No 20 tahun ‎2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.