Liputan6.com, Jakarta - Pasukan perdamaian Polri yang tergabung dalam Formed Unit Police (FPU) VIII diperbolehkan pulang ke Indonesia. Selama kurang lebih 33 hari mereka tertahan lantaran dituduh Pemerintah Sudan menyelundupkan senjata api di Bandara Al Fashir.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Martinus Sitompul mengatakan, nota pemulangan baru saja diterbitkan oleh Department Peace Keeping Operation (DPKO) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York.
"Hasil investigasi mereka memang belum secara resmi dikeluarkan. Tapi dari DPKO sudah kirim nota diplomatik ke perwakilan Indonesia di New York untuk proses kepulangan anggota FPU VIII," kata Martinus di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (17/2/2017).
Advertisement
Martinus mengatakan, meski nota sudah dikeluarkan, FPU VIII masih menunggu proses pemberkasan pemulangan. Artinya menunggu konfirmasi izin balasan dari otoritas Sudan yang diperkirakan terbit paling lama 10 hari.
"Masuk kepada wilayah Sudan tentu harus diperoleh sehingga pesawat ini bisa mendarat di Sudan kemudian membawa pulang anggota FPU VIII. Ada proses yang butuh waktu sekitar tujuh sampai 10 hari ke depan," ucap dia.
Mengenai hasil investigasi dugaan penyelundupan senjata api, Martinus mengaku tidak diberitakan dalam nota diplomatik tersebut. Namun, nota tersebut bisa mengidentifikasikan anggota Polri tidak terbukti atas tuduhan otoritas Sudan.
"Hasil investigasi, mereka tidak sampaikan kepada pihak perwakilan bantuan hukum yang datang ke sana. Mereka belum sampaikan hasil investigasinya, tapi UNIMAD sudah berikan informasi kepada DPKO," terang Martinus.
Sementara Martinus memastikan, kasus ini tidak menyebabkan hubungan diplomatik dengan Sudan berhenti. Polri pun masih menempatkan personelnya FPU IX di Sudan di bawah tanggung jawab UNAMID.
"Jadi tidak ada alasan Polri untuk menarik karena ini sebuah kebanggaan karena ditunjuk oleh badan PBB dalam hal ini DPKO untuk lakukan tugas visi-misi perdamaian," tambah Martinus.